Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Target pemerintah Indonesia bisa swasembada pangan dalam waktu lima tahun ke depan dinilai akan sulit. Pengamat Pertanian Syaiful Bahari menuturkan, Indonesia memang memiliki potensi mencapai swasembada pangan dengan mengembangkan wilayah bagian timur, utamanya Sulawesi yang telah jadi pusat pertumbuhan pertanian baru setelah Jawa.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, menurut dia, waktu lima tahun tidak akan cukup untuk mewujudkan ambisi pemerintah tersebut.
“Pengembangan pertanian di wilayah Indonesia Timur untuk mengejar swasembada pangan nasional sangat mungkin, terutama di Sulawesi. Namun swasembada tersebut akan dicapai selama lima tahun, itu pernyataan yang tidak mendasar,” kata Syaiful kepada kumparan, Selasa (18/6).
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) menyebut swasembada pangan akan tercapai lima tahun lagi, dengan cara memanfaatkan lahan Indonesia bagian timur.
Menurut Syaiful, meski pemerintah serius dan konsisten membangun pertanian sektor hulu, akan tetap dibutuhkan waktu puluhan tahun untuk Indonesia mencapai swasembada pangan. Apalagi, Syaiful bilang, pemerintah belum memberikan perhatian serius terhadap pertanian. Hal ini terlihat dari anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) yang kian dipangkas.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2025, pagu indikatif Kementan Rp 8,06 triliun, atau turun dari jatah anggaran 2024 yang capai Rp 14,6 triliun.
“Jadi bagaimana mau swasembada? Hampir di semua negara keseriusan komitmen negaranya untuk membangun pertanian tercermin dari politik anggarannya. Jadi tidak hanya asal bicara swasembada,” imbuh Syaiful.
Syaiful menjelaskan, pekerjaan rumah pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan terbilang banyak, mulai dari menambah luas lahan pertanian produktif, menciptakan benih unggul, memperluas mekanisasi dan modernisasi pertanian. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan petani mendapatkan pupuk yang cukup.
“Demonopolisasi dan desentralisasi industri pupuk yang saat ini hanya dimonopoli BUMN, dan yang terakhir politik anggaran pertanian yang konsisten,” jelas Syaiful.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Syaiful juga melihat, Indonesia tidak bisa memaksakan untuk tidak mengimpor semua komoditas pangan. Meskipun Syaiful tidak menampik Indonesia memiliki komoditas pangan unggulan yang dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri juga dimanfaatkan untuk ekspor.
“Tapi ada komoditas yang tidak mungkin diproduksi di dalam negeri secara efisien, sehingga memang harus impor. Namun regulasi impornya juga harus di tata dengan baik agar harga di konsumen juga lebih murah. Jangan sudah impor harga di konsumen juga mahal,” tutup Syaiful.