Napas Kedua Penyu 'Si Setia' di Tengah Kemilau Logam Mulia di Muara Opu

30 April 2024 13:35 WIB
·
waktu baca 10 menit
clock
Diperbarui 12 Juni 2024 12:07 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PT Agincourt Resources (PTAR) bersama Lembaga Konservasi Ovata Indonesia dan masyarakat melepas tukik-tukik (anak penyu) di Pantai Muara Opu, Kabupaten Tapanuli Selatan, pada Minggu (7/1/2024). Foto: PTAR
zoom-in-whitePerbesar
PT Agincourt Resources (PTAR) bersama Lembaga Konservasi Ovata Indonesia dan masyarakat melepas tukik-tukik (anak penyu) di Pantai Muara Opu, Kabupaten Tapanuli Selatan, pada Minggu (7/1/2024). Foto: PTAR
ADVERTISEMENT
Dengan kaki mungil, tukik-tukik berlari menuju bibir pantai. Badan mini mereka tampak belum begitu seimbang, sesekali oleng—ke kiri, ke kanan.
ADVERTISEMENT
Deburan ombak turut mengantarkan mereka ke pantai. Lautan biru Pantai Muara Opu, Tapanuli Selatan, menyambut mereka.
Di bibir pantai, mereka yang melepas tukik-tukik itu terlihat begitu gemas melihat tingkah hewan yang konon katanya setia. Gawai dikeluarkan, momen diabadikan.
“Jadi kalau penyu itu, warga lokal (Muara Opu) bilang setia. Di mana dia dilahirkan, dia akan kembali ke daerah itu juga,” kata Kepala Lembaga Konservasi Ovata Indonesia, Erwinsyah Siregar, kepada kumparan pada Senin (29/4).
Erwin dan kawan seperjuangannya tetap merasa haru ketika melihat hewan reptil langka itu melenggang ke habitatnya.
Meskipun, ia pun tahu, tak semua tukik-tukik itu bisa bertahan. Sejak 2014 berkecimpung di bidang penangkaran penyu, selalu ada yang mati sia-sia.
ADVERTISEMENT
Tak sedikit di antara mereka mati terkena imbas dari berbagai macam limbah. Limbah plastik hingga emas yang mengancam populasi.
Pelepasliaran tukik menjadi salah satu upaya konservasi yang bisa dilakukan. Berhasil atau tidaknya, semuanya akan terjawab seiring berjalannya waktu.

Lantas, apa benar populasi penyu secara global terancam?

Bila melihat data International Union for Conservation of Nature (IUCN), seluruh jenis penyu yang ada di dunia masuk ke dalam daftar merah.
Ini artinya, penyu di alam sudah terancam punah. Sehingga, perlu perhatian khusus untuk kelestariannya.
Memang belum ada data spesifik soal populasi penyu secara global atau bahkan di Indonesia saja. Namun, IUCN memastikan populasinya terus menurun setiap tahunnya.
Penurunan ini bukan tanpa sebab. Ada faktor alam hingga manusia.
ADVERTISEMENT
Faktor yang paling bisa dicegah adalah perburuan terhadap penyu dewasa. Biasanya mereka dibunuh lalu dikonsumsi hingga dijadikan perhiasan.

Penyu yang Lucu Itu Tak Boleh Kuyu

Pelepasliaran tukik atau anak penyu belimbing (Dermochelys coriacea) di pantai wisata Lampuuk, di Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, Selasa (16/1/2024). Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
Di tengah gempuran perburuan dan masalah lainnya, penyu-penyu lucu itu tak boleh kuyu. Mereka harus tetap bertahan hidup dan terus berkembang biak.
Meski tersebar di seluruh pulau di Indonesia, dari Aceh sampai Papua, tapi jumlahnya hanya sedikit yang tersisa.
Ada hal yang dilematis. Siklus hidup salah satu reptil terbesar di laut ini sangat panjang. Butuh waktu sepuluh (10 tahun) agar sampai di usia reproduksi. Ini yang menjadi persoalan.
Usai peneluran pertama, penyu membutuhkan waktu 1 hingga 9 tahun lagi untuk bereproduksi lagi.
Di sisi lain, jumlah penyu betina dan jantan tidak berimbang. Populasi penyu jantan jauh lebih sedikit.
ADVERTISEMENT
Belum ada riset di Indonesia soal ini. Namun, hasil riset National Institutes of Health (NIH) di Florida, Amerika Serikat, bisa jadi salah satu perbandingan.
Dari data 2015 misalnya, dapat dilihat perbandingan penyu jantan dan betina yakni berkisar 1:46. Hal ini yang membuat mereka semakin sulit berkembang biak.
Di luar itu, ada pula masalah yang lebih serius. Penelitian mengungkap peluang hidup tukik yang dilepasliarkan ke laut menjadi penyu dewasa sangat kecil.
Riset membuktikan bahwa dari seribu telur penyu, tak sampai 10 yang bisa tumbuh menjadi penyu dewasa.
Logikanya begini, dalam sekali peneluran, penyu bisa menghasilkan 90 hingga 130 butir telur. Ini artinya hanya berkisar 1 hingga 3 persen yang bisa bertahan.
ADVERTISEMENT
Sederet masalah tersebut mesti ditambah lagi dengan ulah manusia yang semakin membuat posisi penyu terjepit. Diburu, dikonsumsi, bahkan limbah penambangan emas pun membuat mereka sulit bertahan.

Emas untuk Kemakmuran, Akankah Penyu Bertahan?

Tambang Emas PT Agincourt Resources (PTAR) di Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumut. Foto: PTAR
Bila emas bisa memakmurkan, bukan berarti ia boleh mematikan. Kira-kira itu kalimat yang tepat untuk menggambarkan simbiosis antara tambang emas dan kehidupan penyu.
Pertambangan emas selama ini dianggap menjadi salah satu biang keladi matinya ekosistem penyu.
Jadi secara sederhana, selama proses penambangan, salah satu zat yang digunakan adalah merkuri. Zat ini digunakan untuk memisahkan bijih emas dari bebatuan hingga proses pemurnian.
Namun, bak dua sisi mata uang, penggunaan merkuri juga berdampak negatif. Mulai dari mencemari air, darat, hingga udara.
ADVERTISEMENT
Bagi manusia dan hewan seperti penyu, keberadaan merkuri bisa berdampak panjang. Semakin banyak ia masuk ke dalam tubuh, semakin tinggi risiko penyakit hingga kematian.
Untuk manusia, yang paling terkenal, merkuri bisa menyebabkan penyakit minamata. Sementara untuk penyu, masuknya merkuri bisa merusak organ-organ hewan langka tersebut.

Agar Penyu Tetap Lestari

Petugas PT Agincourt Resources mengambil air sampel air limbah yang di tempat instalasi pengolahan air di lokasi penambangan di Kabupaten Tapanuli Selatan, provinsi Sumatera Utara, Sabtu (18/11). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Bila ditelisik lebih jauh, merkuri sebenarnya bisa ditemukan di sekitar kita. Misalnya, di kandungan air, bebatuan, hingga udara. Namun, saat kita terpapar masih aman dikarenakan kadarnya yang sangat rendah.
Namun, ada beberapa kegiatan manusia yang justru membuat kadar merkuri ini meningkat, misalnya penambangan emas secara tradisional.
Biasanya mereka hanya menggunakan wajan berbagai ukuran untuk ‘menyaring’ bijih emas di aliran sungai dekat tambang.
ADVERTISEMENT
Secara aturan, saat ini penggunaan merkuri dalam penambangan emas legal memang diperbolehkan. Namun, kadarnya diatur oleh undang-undang.
Berjalannya waktu, dunia semakin sadar bahwa penggunaan merkuri tanpa ambang batas bisa membahayakan. Mengacu pada Konvensi Minamata di Jepang pada 1950, pemerintah akhirnya mengesahkan UU tentang Pengesahan Konvensi Minamata Mengenai Merkuri pada 2017.
Ujungnya adalah penggunaan merkuri yang semakin minim pada pertambangan, termasuk pertambangan emas.
Tadinya, pemerintah menargetkan penggunaan merkuri pada tambang legal berkurang hingga 50%. Namun berdasar aturan tersebut, ia diturunkan lagi sampai 33,2%.
Selain itu, ada pula penghapusan untuk bidang penambangan emas skala kecil (PESK) alias tradisional dan kesehatan. Sebab, industri ini cenderung menjamur dan ilegal.
Berikut data selengkapnya:
Penggunaan merkuri di PESK semakin mengancam masyarakat yang mencari emas tanpa safety. Sehingga, ia harus dicegah semaksimal mungkin untuk menghindari dampak panjang.
ADVERTISEMENT

Tak Selamanya Tambang Emas Mematikan

Dengan penggunaan merkuri yang berbahaya itu, bukan berarti tambang emas bisa mematikan penyu-penyu lucu.
PT Agincourt Resources (PTAR) melihat fenomena ini dari sudut pandang lain. Mereka justru berteman dengan penyu, memastikan penyu aman dari limbah dan terjaga kelestariannya.
Sebagai perusahaan tambang emas terbesar ketiga di Indonesia, langkah demi langkah dimulai untuk menjaga kelestariannya.
Pengelolaan limbah dilakukan dengan telaten. Air yang digunakan untuk proses penambangan emas pun dipastikan aman untuk dialirkan ke Sungai Batangtoru.
Dengan menggunakan Waste Water Polishing Plant (WWPP) atau Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), tidak akan ada air yang bermuara ke lautan tempat hidup penyu yang tak steril. Aman dari logam berat besi, arsenik, sianida, dan merkuri, yang bisa mengancam kelestarian penyu.
Environmental Manager PT Agincourt Resources (PTAR) Mahmud Subagya. Foto: PTAR
“Peminimalan dampak keanekaragaman hayati selama konstruksi proyek dan operasi tambang melalui pelaksanaan berbagai pengendalian fisik dan operasional, seperti pengendalian ketat dalam pembukaan vegetasi dan pencegahan pencemaran saluran air,” kata Environmental Manager PT Agincourt Resources Mahmud Subagya kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Terkhusus untuk penyelamatan penyu, PTAR sudah mulai concern sejak 2023 lalu. Ada kekhawatiran khusus bagi satwa yang terancam punah ini.
Langkah demi langkah mulai dilakukan. Mulai dari studi banding, konservasi, hingga pelepasliaran.
“PTAR mulai melakukan studi banding pada salah satu pengelola penangkaran penyu untuk rencana pengelolaan kawasan Muara Opu, Batangtoru, Tapanuli Selatan, sejak akhir tahun 2023, yang selanjutnya hasil studi banding tersebut mulai diterapkan,” kata dia.
“Pantai Muara Opu merupakan pantai yang keberadaannya masih berdekatan dengan area tambang Martabe, sehingga hal ini menjadi concern bagi PTAR untuk menjaga kelestarian satwa penyu dan habitatnya,” sambungnya.
Mahmud menuturkan, penyu berperan penting dalam menjaga ekosistem laut. Untuk itu, PTAR berupaya memaksimalkan konservasi penyu dengan membangun fasilitas peneluran yang aman.
ADVERTISEMENT
“Penyu menjaga keseimbangan mata rantai ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan menyebarkan nutrien alami yang diperlukan oleh plankton. Ekosistem laut yang sehat dan terjaga akan menjadi habitat bagi beragam jenis ikan, sehingga ketersediaan ikan bagi kebutuhan masyarakat tetap terjaga,” kata dia.

Penjelasan Ilmiah

Jadi begini, penyu sebagai puncak pemangsa ubur-ubur berperan penting dalam menjaga ekosistem laut. Khususnya penyu jenis belimbing yang berada di Pantai Muara Opu.
Penyu ini secara tidak langsung menjaga stabilitas jumlah ubur-ubur. Sebab, bila ubur-ubur populasinya membeludak akan membuat laut memiliki kadar listrik yang tinggi. Kondisi ini akan mengancam ikan dan satwa lainnya.
Untuk itu, PTAR memiliki visi untuk menjaga kestabilan ekosistem alam dengan memaksimalkan konservasi penyu di Pantai Muara Opu.
Kegiatan Pantai Barat Camp-V PT Agincourt Resources bersama pemerintah daerah, lembaga konservasi, dan masyarakat di Pantai Muara Opu, Tapanuli Selatan, Sumut pada 29 hingga 31 Desember 2023. Foto: PTAR
“Program konservasi atau mendukung pelestarian penyu yang diselenggarakan oleh PTAR. Di antaranya membangun dan mengembangkan fasilitas yang dibutuhkan untuk penangkaran atau tempat penetasan telur penyu yang nantinya hasil dari penetasan berupa tukik tersebut akan dilepaskan ke Pantai Muara Opu,” jelas dia.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam menjalankan visinya itu, PTAR tak bisa berjalan sendiri. Mereka harus mengawal konservasi ini bersama dengan pemerintah daerah setempat hingga lembaga konservasi.
Lembaga Konservasi Ovata Indonesia yang bekerja sama dengan PTAR juga menyadari betapa pentingnya penyu bagi ekosistem laut. Sehingga, berbagai pihak mesti berupaya memastikan konservasi harus terus dilakukan. Satwa ini tak boleh punah.
“Di tanggal 7 Januari kita bikin pelepasan bersama masyarakat dan PT Agincourt. Jadi semenjak itu PT Agincourt berkomitmen akan mengadakan kegiatan untuk pelestarian penyu di Pantai Muara Opu,” kata Ketua Lembaga Konservasi Ovata Erwin.
“Jadi sekarang itu sudah tahap perencanaan untuk pembangunan (fasilitas) penangkaran penyu,” sambungnya.
Fasilitas yang dibangun berupa bak penetasan yang berukuran 5 x 4 meter. Nantinya, bak ini dapat menampung sekitar 125 sarang selama musim peneluran penyu.
ADVERTISEMENT
“Apabila dalam 1 sarang berisi 200 telur maka dalam satu sirkulasi inkubasi dapat menampung 25 ribu telur. Dan, apabila dalam setahun dapat dihasilkan 3 kali sirkulasi inkubasi maka jumlah telur yg dapat ditampung di bak penetasan adalah 75 ribu telur penyu,” terang dia.
Erwin punya harapan tinggi untuk PTAR sebagai salah satu donatur terbesar dalam konservasi ini. Sebagai orang yang menekuni konservasi penyu, Erwin paham betul bahwa penyu tak akan mau hidup sembarangan, apalagi untuk bertelur. Ia tak akan mau datang lagi bila merasa tak aman.
ADVERTISEMENT
“Dari Agincourt saat ini cukup sangat membantu ya dengan adanya rencana pembangunan (penangkaran) ini, karena dengan demikian bisa meningkatkan populasi penyu di Muara Opu,” kata Erwin.
ADVERTISEMENT
“Penyu termasuk hewan yang pilah-pilih untuk membangun sarang petelurannya,” sambungnya.
Ilustrasi penyu. Foto: Dok. Istimewa
Di sisi lain, kata Erwin, tombak utama bagi penyelamatan penyu adalah kesadaran masyarakat sekitar. Sejauh ini, kata dia, masyarakat Muara Opu yang mayoritaa berprofesi sebagai nelayan sudah menyadari pentingnya menjaga kelestarian penyu.
Apalagi, dengan kehadiran penyu bisa memberikan nilai tambah dari sisi ekonomi masyarakat Desa Muara Opu.
“Suatu hal yang sangat menarik di 2016 itu masyarakat, Kepala Desa Muara Opu itu sudah bisa membuat suatu gerakan mendatangkan tamu hotel yang ada di Kota Padangsidimpuan tanpa ada komunikasi,” kata dia.
“Tetapi belakangan (berlanjut), mereka sudah bisa berkomunikasi pada saat penyu yang menetas mereka akan buat event dengan menghadirkan tamu-tamu dari hotel, biasa tamunya kebanyakan tamu internasional,” terangnya dengan nada bahagia.
Kegiatan Pantai Barat Camp-V PT Agincourt Resources bersama pemerintah daerah, lembaga konservasi, dan masyarakat di Pantai Muara Opu, Tapanuli Selatan, Sumut pada 29 hingga 31 Desember 2023. Foto: PTAR
Hal senada juga diungkapkan oleh Camat Muara Batangtoru Faisal Candra Hasan. Bagi Faisal, dengan adanya konservasi penyu bisa membuka peluang wisata dan menaikkan ekonomi masyarakat Muara Opu.
ADVERTISEMENT
“Kami selalu sosialisasikan ke masyarakat bahwasanya penting menjaga karena ini merupakan salah satu potensi, tidak hanya potensi yang bisa menghasilkan untuk masyarakat. Artinya begini, dengan kehadiran, kita laksanakan dengan dinas terkait teknis pelepasan penyu gitu kan. Secara tidak langsung ketika ada acara bisa menambah income penambahan masyarakat sekitar,” kata dia.
“Artinya ketika para pengunjung datang dari berbagai elemen yang diundang, baik pemerhati lingkungan atau dari dinas-dinas terkait perusahaan paling tidak ya membeli semacam jajanan masyarakat,” jelasnya.
Saling tumpuk punggung demi kelestarian penyu tadi juga tak bisa dilepaskan dari pihak pemerintah pusat. Dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSBAE) Satyawan Pudyatmoko memberikan laporan pada acara Forum Group Discussion Penemuan Spesies Baru Tumbuhan dan Satwa Liar di Kementerian LHK, Jakarta, Senin (21/8). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sebagai pemegang regulasi, KLHK melalui Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) Satyawan Pudyatmoko, menyampaikan apa yang sudah dilakukan pihaknya.
ADVERTISEMENT
“Kami membentuk kelompok pelestari penyu dalam rangka meningkatkan peran serta komunitas lokal dalam kegiatan konservasi penyu. Pemberdayaan ekonomi kreatif seperti pelatihan ekowisata penyu (pelepasliaran tukik), pembentukan koperasi dan kelompok usaha bersama,” kata Satyawan saat dikonfirmasi.
“Kami juga ikut serta dalam kegiatan konservasi penyu seperti patroli, peneluran, pembesaran penyu, pelepasliaran penyu, hingga monitoring sarang penyu,” tuturnya.
Begitulah cerita panjang antara tambang emas dan konservasi yang ternyata bukan lagi dua sisi mata logam. Bila ada keseriusan, semua bisa berjalan beriringan.
Bila tambang emas bisa memakmurkan manusia, ia juga sudah semestinya tak mengabaikan keberadaan penyu-penyu lucu itu.
Jadi, anak cucu hingga generasi di masa depan tetap bisa melihat tukik-tukik "si oleng" itu bertebaran di Pantai Muara Opu.
ADVERTISEMENT