Nasib Eks Pilot Merpati, Ada yang Banting Setir Jadi Petani hingga Tukang Roti

29 Desember 2021 14:09 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers Paguyuban Eks Pilot Merpati Nusantara Airlines, Rabu (29/12). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Paguyuban Eks Pilot Merpati Nusantara Airlines, Rabu (29/12). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Para karyawan Merpati Airlines was-was menunggu kejelasan nasib mereka. Ini seiring maskapai pelat merah ini masuk deretan perusahaan yang bakal ditutup Menteri BUMN Erick Thohir.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran mereka muncul terutama karena masih banyak hak-hak eks karyawan yang belum terselesaikan. Mulai dari uang pesangon hingga uang pensiun yang belum dibayarkan.
Dampaknya, menurut Koordinator Tim Advokasi Paguyuban Eks Pilot Merpati Lia Christine Sirait, tak sedikit eks pilot dan karyawan yang kesulitan melanjutkan hidup mereka.
“Banyak karyawan yang nasib hidupnya bisa dibilang ini karyawan BUMN yang sudah tua. Banyak karyawan yang sudah berumur, jadi ketika terjadi PHK mereka sulit mencari pekerjaan baru,” ujar Lia dalam konferensi pers di Wiken Koffie Tebet, Rabu (29/12).
Merpati Airlines Foto: Air Britain Photographic Images Collection
“Akibatnya mereka sulit mencari pekerjaan lain. Di Timur sana ada yang jadi petani, ada yang jadi ojol, ada juga yang jadi tukang roti,” sambungnya.
Lia mencontohkan, Captain Trisiswa yang duduk di sebelahnya dalam konferensi pers tersebut, bahkan kesulitan berobat. Ini terjadi lantaran dana pensiun hingga akses kesehatan tak bisa digunakan.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan yang sama, tim advokasi lainnya David Sitorus menambahkan, tak sedikit pula eks karyawan yang mesti menjual rumah demi membiayai sekolah anak-anaknya.
“Banyak yang jadi ojol hingga buruh tani. Banyak yang mengalami perceraian, banyak yang tidak punya pekerjaan lagi,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, tim kuasa hukum menyebut setidaknya ada 1.233 karyawan yang terdampak PHK namun belum menerima haknya. Hingga saat ini, total pesangon yang dibayarkan baru mencapai 20 persen dari jumlah seharusnya.
“Terkait jumlahnya kami masih menghitung hingga saat ini,” tutur Lia Sirait.