Nasib Perum PNRI: Didirikan Zaman Belanda, Kini Digilas Percetakan Swasta

28 September 2020 14:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mesin cetak. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mesin cetak. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Perum PNRI (Percetakan Negara Republik Indonesia) punya sejarah panjang di Indonesia. Didirikan pada 1809 saat Indonesia masih dijajah Belanda, hingga kini masih eksis. Tapi nasibnya miris.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PNRI Sigit Yanuar Gunarto bercerita, setelah Belanda kalah di Indonesia pada 1942, Jepang merebut PNRI. Saat itu, namanya diubah dari Lands Drukkerij menjadi Gunseikanbu Inatsu Kojo (GIK). Pekerjaan inti PNRI kala itu menjadi alat pemerintah untuk menyebarkan berita tertulis dari penguasa.
Sejak Indonesia merdeka pada 1945, pemerintah pun mengubah namanya menjadi Percetakan RI. Lalu pada 1949 menjadi PNRI hingga sekarang menjadi Perum PNRI.
Meski sudah lahir sejak 112 tahun lalu, nasib PNRI kini kalah bersaing dengan percetakan swasta. Jika di masa lalu PNRI menjadi pelopor perusahaan percetakan di Indonesia, kini harus berhadapan pada perusahaan serupa yang memiliki teknologi percetakan lebih bagus.
Kata Sigit, di awal pendirian Perum PNRI usai Indonesia merdeka, tugasnya adalah mencetak hampir semua dokumen negara. Hingga saat ini yang ditugaskan ke PNRI adalah mencetak berita negara, tambahan berita negara, dokumen pemerintah, pidato kenegaraan presiden, pencetakan dokumen security, dan dokumen pemilihan umum.
ADVERTISEMENT
"Dengan perkembangan dunia percetakan, swasta juga sudah banyak. Teknologinya semakin luar biasa. Sehingga percetakan tidak hanya dikuasai perusahaan negara," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI, Senin (28/9).
Bisnis PNRI yang pernah ditugaskan mencetak uang negara pun, sejak 2001 dialihkan ke Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri). PNRI pun mencari produk percetakan lainnya mulai dari cetak dokumen security hingga cetak Al-Quran.
Ilustrasi mesin cetak. Foto: Shutter Stock
Mirisnya, Perum PNRI yang selama ini tugasnya menerima penugasan karena masih dalam bentuk Perum, bukan Perusahaan Terbuka (PT), harus mengikuti tender lain demi mempertahankan eksistensi perusahaan. Adanya masa pandemi seperti sekarang, kata dia, PNRI ikut tender dengan keuntungan 1 persen pun kalah.
"Di masa pandemi, banyak hal jadi susah. Percetakan jadi lesu termasuk swasta pun kekurangan order. Akibatnya, setiap ada pengadaan percetakan, semua orang berebut di situ. PNRI bahkan ikutan juga bahkan dengan profit 1 persen pun kalah. Kita evaluasi di internal, coba pakai 0,5 persen, itu pun kalah," terangnya.
ADVERTISEMENT

PNRI Tak Dapat Proyek Pencetakan Kertas Surat Suara

Sigit juga membeberkan, salah satu penugasan PNRI yakni mencetak dokumen pemilihan seperti kertas pemilihan umum atau pilkada, kini harus mengikuti tender. Padahal, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2021 tentang Perum PNRI, kertas untuk surat suara ditugaskan ke PNRI untuk memastikan keaslian dokumen, bukan dilelang.
"Saat ini sebenarnya dokumen pemilihan umum seperti surat suara itu harusnya PNRI. Tapi faktanya ditenderkan, PNRI pun ikut tender, kadang menang atau tidak. Kemarin kita sampaikan ke KPU kalau sesuai aturan pemerintah, harusnya yang cetak PNRI karena itu ada dokumen yang dilindungi," bebernya.
Menurut dia, jika ada sengketa pemilihan, salah satu yang jadi alat bukti ini adalah surat suara. Jika surat suara tidak bisa diyakini aslinya, proses sengketa itu bisa berkepanjangan.
ADVERTISEMENT
"Kalau Perum ikut tender, ini sudah tidak sesuai khittah. Kalau barang umum, harusnya Perum tidak usah ikut tender. Kalau penugasan tidak diperlukan lagi, bisa jadi Perum PNRI bubar atau diubah jadi PT," katanya.