Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Nasib UMP DKI Jakarta: Belum Kelar Urusan 2022, 2023 Sudah di Depan Mata
18 Juli 2022 12:24 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kala itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memilih membaur dengan massa buruh. Sempat duduk ngemper di tengah massa aksi, Anies kemudian mengakui kenaikan UMP jauh lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya.
Anies mengungkapkan bahwa pemerintah provinsi terpaksa mengeluarkan kebijakan kenaikan upah sebesar 0,85 persen atau setara Rp 37 ribu sehingga upah minimum menjadi Rp 4.453.935.
Saat itu, ia harus mengikuti aturan PP Nomor 36 Tahun 2021 dan UU Cipta Kerja. Keputusan itu, kata Anies, ditetapkan sembari berkirim surat kepada Kementerian Ketenagakerjaan.
Tak sampai sebulan, Anies kemudian mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022. Dengan demikian, ditetapkan UMP DKI naik sebesar 5,1 persen menjadi Rp 4.641.854.
ADVERTISEMENT
Kendati keputusan tersebut disebut dengan pertimbangan pertumbuhan ekonomi dan inflasi Indonesia membaik di 2022, langkah tersebut rupanya tidak mampu menyenangkan semua pihak.
Ibarat simalakama, bila upah rendah membuat buruh turun ke jalan, kebijakan menaikkan upah justru membuat pengusaha keberatan. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta kemudian menggugat keputusan Anies ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Tujuh bulan kemudian, upaya keberatan pengusaha ini mendapat dukungan dengan dikabulkannya gugatan oleh PTUN pada 12 Juli 2022. Hal ini kemudian membuat kelompok pekerja berencana menggelar aksi lagi dan mendorong Anies buat melakukan banding.
Sementara Apindo DKI Jakarta selaku yang menggugat, kini sedikit membuka tangan dengan memilih langkah selanjutnya mengajak kelompok pekerja dan pemerintah berdiskusi.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Apindo DKI Jakarta Nurjaman mengungkapkan, jalan tersebut dipilih lantaran tak mau persoalan upah minimum berlarut-larut. Terlebih hanya hitungan bulan, kebijakan UMP tahun selanjutnya akan kembali jadi pembahasan.
"Kita akan segera mengakhiri polemik ini supaya tidak berkepanjangan sebagai dampak daripada pengadilan ini," ujar Nurjaman kepada kumparan, Senin (18/7).
Siap-siap Membahas UMP DKI Jakarta Tahun 2023
Langkah mengajak seluruh komponen yang terlibat persoalan upah ini untuk berembuk, kata Nurjaman, mau tidak mau harus ditempuh mengingat kian dekatnya waktu perumusan UMP 2023.
"Kita sudah bisa lagi menyelesaikan membahas pekerjaan baru lagi, karena apa, enggak lama lagi kita akan membahas lagi, berdiskusi lagi membahas terkait dengan upah minimum provinsi DKI Jakarta untuk tahun 2023. nah ini yang harus kita sikapi segera," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski sepenuhnya menyerahkan rencana aksi demonstrasi atau upaya banding pada serikat pekerja dan Anies, kalangan pengusaha berharap upaya tersebut tidak terjadi.
Sebab bila begitu, memenangkan gugatan di pengadilan sama saja hanya menjadi pembuka pintu untuk masuk ke pintu masalah selanjutnya.
Dia pun menghormati bila terjadi perpecahan pilihan pada kelompok buruh misalnya. Di mana Aspek Indonesia merekomendasikan kebijakan upah minimum sesuai saran Dewan Pengupahan dari unsur serikat atau pekerja yakni sebesar Rp 4,57 juta.
"Teman serikat buruh berbeda pandangan mengajukan sebesar 3,4 persen. Ini yang menarik, dan majelis hakim memutuskan sekarang dan memerintahkan gubernur membuat SK UMP dengan besaran UMP-nya Rp 4,5 juta lebih. Artinya ini permintaan serikat pekerja dikabulkan oleh majelis hakim," pungkas Nurjaman.