Nelayan Ramai-ramai Ngadu ke DPR, Minta Larangan Ekspor Benih Lobster Dicabut

23 Agustus 2023 14:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barang bukti upaya penyelundupan benih lobster. Foto: Novan Nurul Alam /kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Barang bukti upaya penyelundupan benih lobster. Foto: Novan Nurul Alam /kumparan
ADVERTISEMENT
Para nelayan dan asosiasi Penggiat Budi Daya Lobster Nusantara (PBLN) ramai-ramai menyampaikan keresahan terkait larangan ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada Komisi IV DPR. Mereka menilai kebijakan tersebut menyengsarakan para nelayan kecil.
ADVERTISEMENT
Wakil Asosiasi PBLN, Saifullah, mengatakan pihaknya telah mengumpulkan tanda tangan 12 ribu nelayan yang tersebar di beberapa daerah. Mereka semua ingin pemerintah mengkaji ulang kebijakan tersebut.
"Ada beberapa provinsi NTB, Banten, Jawa Barat, dan Lombok Timur, jadi memang sangat banyak sekali yang mereka minta aspirasi ini disampaikan kepada DPR khususnya Komisi IV," ujar Saifullah saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR, Rabu (23/8).
Dalam kesempatan tersebut, hadir beberapa nelayan kecil yang menceritakan kesulitannya setelah larangan ekspor benih lobster berlaku. Selain pendapatan menurun, mereka juga rentan dikriminalisasi karena menangkap benih.
Salah satu nelayan lobster dari pesisir Banten, Siti, meminta pemerintah melegalkan kembali ekspor benih lobster. Sebab, para nelayan menjadi tidak sejahtera karena tidak bisa lagi menjual benih ke pengepul yang banyak ditangkap.
Rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IV DPR dengan Asosiasi Penggiat Budi Daya Lobster Nusantara (PBLN), akademisi, dan para nelayan terkait larangan ekspor benih lobster, Rabu (23/8/2023). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Karena tidak bisa diekspor, kata Siti, harga benih lobster menjadi sangat murah. Pendapatan dari aktivitas melaut para nelayan pun menjadi tidak sebanding dengan pengeluaran seperti BBM.
ADVERTISEMENT
"Kami minta benih lobster dilegalkan karena kalau legal itu kami menangkap jadi nggak takut, karena sekarang dilarang nelayan kami tidak sejahtera," ujar Siti.
Sementara itu, nelayan dari wilayah Lombok, Anung, juga mengakui selama para nelayan bisa menangkap dan mengekspor benih lobster, mereka sejahtera. Kini, para nelayan ketakutan sebab berada di bawah ancaman kriminalisasi.
"Banyak masyarakat atau teman-teman saya justru di jeruji, dikriminalisasi, kemarin Senin ada 2 warga disidang di pengadilan. Ini berlangsung hampir setiap tahun," ungkap Anung.
Anung mengungkapkan, dengan menipisnya pendapatan dari penangkapan benih lobster di Lombok, daerahnya menjadi rawan maling dan begal. Termasuk di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang sedang menjadi sorotan dunia internasional.
"Lampu-lampu dari bandara sampai Mandalika sudah hilang semua, maksud saya bukan hanya sektor nelayan yang dirugikan tapi pariwisata, ekonomi, termasuk pendidikan juga," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian, nelayan yang sempat ditahan selama 1 tahun karena penangkapan benih lobster, Didit, mengatakan kasus hukum yang menimpanya mengubah kehidupannya. Ia mengungkapkan keluarganya kini menjadi semakin menderita.
"Karena saya masyarakat awam berpendidikan tidak tinggi, kami menangkap dan menjual untuk kebutuhan kami. Peraturan itu saya tahu dengan teman-teman jangankan membeli, menangkap benih pun tidak boleh, tetap kami lakukan untuk memenuhi hidup," keluh Didit.
"Saya sabar saja menjalani proses itu akhirnya lepas, saya juga bersyukur anak dan keluarga saya masih mau bertemu saya, saya jadi tidak berani lagi (menangkap benih lobster)," tambahnya.
Regulasi larangan ekspor benih lobster dimulai dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 56 Tahun 2016. Kemudian dilegalkan melalui Permen KP No 12 Tahun 2020. Lalu, dilarang kembali melalui Permen KP No 17 Tahun 2021.
ADVERTISEMENT