Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini akan mengumumkan neraca perdagangan Indonesia selama April 2020. Sejumlah ekonom pun memproyeksi neraca dagang selama bulan lalu akan lebih baik dibandingkan periode yang sama di 2019.
ADVERTISEMENT
Ekonom PT Bank Permata (Tbk) Josua Pardede memproyeksi neraca dagang selama April 2020 akan mengalami surplus USD 660 juta, lebih kecil dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat surplus USD 743,4 juta.
Meski demikian, proyeksi Josua tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan April 2019 yang mencatatkan defisit USD 2,5 miliar, defisit terdalam sepanjang sejarah Indonesia.
Surplus tersebut didorong oleh turunnya laju impor maupun ekspor. Namun penurunan impor diproyeksi akan lebih dalam dari ekspor, yakni turun 27,4 persen (yoy). Sementara ekspor akan turun 2,7 persen (yoy).
"Kami perkirakan terjadi surplus USD 660 juta, meski lebih kecil dari Maret. Penurunan laju impor cenderung disebabkan oleh penurunan harga minyak dunia disertai dengan penurunan aktivitas manufaktur Indonesia," ujar Josua, Jumat (15/5).
Harga minyak dunia selama April 2020 mengalami penurunan 20,4 persen dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Sementara penurunan aktivitas manufaktur yang dinilai melalui Purchasing Managers' Index (PMI) jatuh ke level 27,5, dari bulan sebelumnya 45,3.
ADVERTISEMENT
Aktivitas manufaktur yang menurun juga mengindikasikan turunnya impor barang modal dan bahan baku. Sementara untuk impor barang konsumsi, Josua memandang juga akan menurun, sejalan dengan lemahnya permintaan yang terlihat dari inflasi inti April 2020 sebesar 0,17 persen (yoy).
"Penurunan tingkat impor ini kemudian diperkuat oleh data dari China, yang mana kontributor utama impor Indonesia, yang menyebutkan bahwa ekspor ke Indonesia mengalami penurunan 5,18 persen (yoy)," jelasnya.
Dari sisi ekspor, penurunan lebih disebabkan oleh turunnya harga komoditas utama Indonesia disertai oleh perlambatan aktivitas negara mitra dagang Indonesia.
Harga CPO, batu bara, dan karet masing-masing mengalami penurunan sebesar 5,6 persen (mtm), mtm, 8,0 persen (mtm), dan 9,8 persen (mtm). Sementara itu, seiring dengan krisis ekonomi yang melanda perekonomian dunia, perekonomian mitra dagang Indonesia pun mengalami perlambatan, terutama dari sisi manufaktur.
Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto memperkirakan, neraca perdagangan selama April 2020 juga akan surplus hingga USD 920 juta. Laju ekspor diperkirakan turun 1,25 persen (yoy), sementara impor turun lebih dalam yakni 21,88 persen (yoy).
ADVERTISEMENT
“Kami perkirakan surplus USD 0,92 miliar. Penurunan impor selama April 2020 terjadi pada impor migas maupun nonmigas akibat COVID-19,” jelasnya.
Aktivitas industri pengolahan yang menurun akibat pembatasan aktivitas di sebagian besar wilayah serta industri transportasi yang menurun drastis mendorong permintaan impor semakin berkurang.
Sedangkan untuk laju ekspor diperkirakan masih tertahan akibat permintaan di sejumlah negara mitra yang juga menurun karena pandemi virus corona. Ditambah lagi dengan harga komoditas yang juga belum menunjukkan perbaikan.
Sebelumnya, neraca perdagangan selama Maret 2020 surplus USD 740 juta. Begitu juga jika dibandingkan secara kumulatif selama Januari-Maret 2020 sebesar USD 2,62 miliar.
Neraca dagang selama kuartal I 2020 tersebut juga jauh lebih tinggi dibandingkan kuartal I 2019 yang mencatatkan defisit USD 62,8 juta.
ADVERTISEMENT
Secara rinci, nilai ekspor selama bulan lalu sebesar USD 14,09 miliar, naik 0,23 persen dibandingkan bulan sebelumnya (mtm), namun naik 0,23 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy).
Sementara laju impor tercatat sebesar USD 13,35 miliar, naik 15,60 persen (mtm), namun turun 0,75 persen (yoy).