Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
OECD Sarankan Reformasi Pajak untuk Tingkatkan Pendapatan RI, Tak Hanya PPN 12%
8 Desember 2024 17:08 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organization for Economic Co-operation and Development (OECD ) menyampaikan pandangannya terkait kebijakan perpajakan di Indonesia. Khususnya langkah-langkah untuk meningkatkan pendapatan negara.
ADVERTISEMENT
Dalam laporannya, OECD menyoroti ambang batas kewajiban PPN di Indonesia, yakni Rp 4,8 miliar, tergolong tinggi dibandingkan negara-negara lain di ASEAN seperti Thailand dan Filipina, yang hanya sekitar USD 50.000. Menurunkan ambang batas tersebut dinilai dapat memperluas basis pajak sekaligus meningkatkan penerimaan.
“Bisnis dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar (USD 300.000) tetap dibebaskan dari PPN. Ambang batas ini lebih tinggi dibandingkan di sebagian besar negara OECD dan jauh lebih tinggi dibandingkan di Thailand dan Filipina, yang jumlahnya sekitar USD 50.000,” tulis laporan OECD, dikutip Minggu (8/12).
ADVERTISEMENT
“Menurunkan ambang batas kewajiban PPN, serta mengurangi jumlah sektor yang tidak menerapkan PPN, akan meningkatkan penerimaan PPN, baik dari sektor yang baru wajib maupun yang sudah wajib,” imbuhnya.
Selain itu, sektor-sektor yang saat ini dibebaskan dari PPN juga disarankan untuk dimasukkan dalam cakupan pajak.
OECD juga menyoroti rendahnya kontribusi pajak cukai di Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Cukai bahan bakar, yang selama ini berkontribusi kecil terhadap pendapatan negara, dianggap sebagai area yang memiliki potensi besar untuk ditingkatkan, meskipun kepekaan politik terhadap isu ini harus menjadi pertimbangan utama.
Selain itu, kenaikan cukai rokok juga direkomendasikan, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan, tetapi juga untuk mengurangi beban kesehatan akibat tingginya konsumsi rokok di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di sektor pajak penghasilan, OECD mencatat bahwa tunjangan dasar bagi wajib pajak pribadi sebesar Rp 54 juta per tahun atau sekitar 65 persen dari PDB per kapita terbilang tinggi. Hal ini menyebabkan basis pajak menjadi sempit. OECD mengusulkan penyesuaian batas tersebut agar pendapatan negara dari pajak penghasilan individu meningkat. Reformasi terhadap pajak penghasilan badan juga diperlukan, terutama dengan mempersempit insentif pajak bagi usaha kecil.
Rekomendasi lainnya menyasar pajak properti yang dianggap masih jauh dari optimal. Saat ini, pajak properti hanya menyumbang 0,3 persen dari PDB, jauh di bawah rata-rata ASEAN. OECD mengusulkan peningkatan nilai taksiran properti hingga 100 persen dari nilai jual, serta penguatan sistem penilaian terpusat untuk meningkatkan pendapatan daerah.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, penerapan asuransi sosial juga menjadi salah satu langkah yang disarankan untuk meningkatkan pendapatan negara. Peluncuran asuransi sosial dianggap sebagai peluang untuk memperluas kontribusi wajib pajak, terutama dari sektor formal. Namun, pengecualian bagi bisnis kecil dan sektor informal perlu dikurangi secara bertahap untuk menghindari potensi kembali ke sistem ekonomi informal.
OECD menegaskan penguatan penegakan hukum menjadi elemen penting dalam reformasi pajak. Penghindaran pajak, yang masih banyak terjadi di kalangan perusahaan besar dan individu kaya, harus diatasi melalui digitalisasi sistem perpajakan dan pemanfaatan data pihak ketiga. Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan pajak secara signifikan tanpa terlalu bergantung pada kenaikan tarif PPN.
“Secara keseluruhan, langkah-langkah reformasi pajak ini dapat meningkatkan pendapatan pajak secara signifikan,” tulis OECD.
ADVERTISEMENT