Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
OJK: 60 Persen Emisi Karbon Akibat Sektor Kehutanan dan Tata Guna Lahan
25 September 2023 11:25 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Mahendra Siregar mengungkapkan Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) akan meluncur besok (26/9) dan diresmikan oleh Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
Mahendra menyebut, perdagangan karbon nantinya untuk menyediakan pasar yang akan membantu pemerintah. Hal ini seiring transisi bertahap menuju ekonomi berkelanjutan.
“Berbeda dengan banyak negara di dunia, 60 persen emisi karbon Indonesia berasal dari sektor kehutanan dan tata guna lahan. Dalam hal ini, Indonesia berada dalam jalur yang tepat, tidak hanya mencapai target net zero, namun sinkronisasi di sektor kehutanan dan tata guna lahan di 2030, ” ujar Mahendra saat membuka Webinar The 1st OJK International Research Forum 2023, Senin (25/9).
Mahendra mengatakan, komitmen tersebut sedang berjalan dan akan memperkuat Bursa Karbon Indonesia. Bursa Karbon ini menjadi wadah variasi unit karbon.
“Dan akan memperkuat Bursa Karbon Indonesia yang dapat menawarkan begitu banyak variasi unit karbon dari modal alam (natural capital) maupun energi dari offset market,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Mahendra mencermati banyak negara mengambil keputusan ekstrem demi komitmen terhadap energi bersih dan energi berkelanjutan. Menurutnya, energi terbarukan menggantikan bahan bakar fosil dalam jangka pendek tidak realistis.
“Kebutuhan energi dalam perekonomian yang sedang tahap transisi harus bisa dipetakan. (Tapi) tidak realistis jika energi terbarukan dapat menggantikan bahan fosil dalam jangka pendek karena kurangnya infrastruktur dan ketidakmampuan memenuhi beban yang dbutuhkan,” kata Mahendra.
Seringkali teknologi memerlukan tingkat modal yang tinggi dengan produktivitas yang rendah dan tidak ada pendanaan. Akibatnya, beberapa pembangkit listrik tenaga batu bara dibuka kembali di Eropa karena kekurangan pendanaan untuk proyek lingkungan yang tidak menguntungkan.
“Kita harus memastikan perekonomian berkelanjutan di Indonesia berdasarkan investasi bankable. Kita harus berhati-hati dalam memilih energi terbarukan. Misalnya ada kekhawatiran energi angin bukan sumber yang layak, investasi tinggi, produktivitas rendah yang memerlukan subsidi besar,” pungkas Mahendra.
ADVERTISEMENT