OJK Beberkan Penyebab Bunga Bank di RI Tertinggi di Dunia

5 Maret 2023 8:30 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Tingginya bunga bersih bank atau Net Interest Margin (NIM) di Indonesia menjadi sorotan, salah satunya oleh Presiden Jokowi yang menyatakan bunga bersih bank di Indonesia menjadi yang tertinggi di dunia.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mirza Adityaswara, mengatakan ada beberapa penyebab tingginya bunga bersih bank di Indonesia. Antara lain terkait beban operasional perbankan di Indonesia yang tinggi.
"Negara Indonesia adalah kepulauan. Perbankan harus memiliki kantor cabang dan pegawai yang banyak. Ini menjadi salah satu penyebab utama tingginya operational cost di perbankan," kata Mirza dan Focus Group Discussion di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Selain itu, adanya biaya provisi untuk pencadangan dalam menangani kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) juga menjadi masalah bagi perbankan. Menurut Mirza, jika perbankan bisa menekan rasio kredit bermasalah, maka biaya provisi bisa lebih ditekan.
"Beberapa negara lain seperti Singapura atau Hong Kong, NPL hanya 1 persen. Jadi seharusnya kredit bermasalah ini harus ditekan menjadi 1 persen," ujarnya.
Wakil Ketua OJK Mirza Adityaswara saat FDG di Balikpapan, Kalimantan. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
Untuk mengatasi masalah tingginya bunga bersih bank tersebut, maka perbankan harus melakukan efisiensi dengan menggenjot digitalisasi. Selain itu, perbankan harus menekan kredit bermasalah.
ADVERTISEMENT
"Untuk kredit bermasalah ini perbankan harus mendapatkan banyak informasi terkait profil calon debitur. Selama ini kan informasinya cukup terbatas sehingga risikonya juga tinggi," katanya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat NIM perbankan dalam negeri mencapai 4,89 persen pada Januari 2023, naik dibandingkan pada Desember 2022 pada level 4,71 persen.
Sementara penyaluran kredit perbankan tumbuh 10,53 persen secara tahunan menjadi Rp 6.311 triliun per Januari 2023, ditopang oleh kredit investasi dan modal kerja yang masing-masing tumbuh 12,61 persen dan 10,3 persen secara tahunan.