OJK Buka Suara soal PP Hapus Tagih Utang UMKM yang Sudah Diteken Prabowo

6 November 2024 14:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara di Gandaria City, Rabu (6/11/2024). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara di Gandaria City, Rabu (6/11/2024). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mirza Adityaswara, buka suara soal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam bidang Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, Kelautan serta UMKM lainnya.
ADVERTISEMENT
Mirza menjelaskan, PP tersebut memang dibutuhkan sebagai turunan dari UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Kebijakan tersebut mengatur hapus tagih utang di Himbara.
“PP itu memang dibutuhkan karena satu memang perintah dari UU P2SK, jadi kan selama ini memang bank swasta itu melakukan hapus buku dan kemudian bisa melakukan hapus tagih, jadi itu ada urutannya, tuh,” kata Mirza di Gandaria City, Rabu (6/11).
Mirza mengatakan, setiap kredit UMKM yang bermasalah dan macet bisa dihapusbukukan. Menurutnya, kebijakan tersebut sudah biasa dilakukan di bank swasta.
Lebih lanjut, Mirza menjelaskan, PP tersebut mengatur penghapusbukuan untuk pinjaman yang dilakukan pada tahun 2014 dan sebelumnya.
“Jadi memang sesuatu yang sudah lama sekali dan untuk jumlah yang kecil. Jadi itu,” kata Mirza.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa penghapusan utang ini akan berlaku dalam bentuk hapus buku, tetapi tidak hapus tagih.
“Bagi bank BUMN, mereka dapat melakukan hapus buku, tapi tidak hapus tagih,” jelas Airlangga di Hotel Four Season, Jakarta Selatan, Minggu (3/11).
Artinya, bank milik negara akan mengeluarkan utang bermasalah ini dari laporan keuangan mereka, tetapi masih mempertahankan hak untuk menagih di masa mendatang jika ada kesempatan.
Kebijakan ini, menurut Airlangga, diperlukan karena beberapa program pemerintah sebelumnya yang berfokus pada sektor pertanian dan nelayan menyebabkan para penerima manfaat yang memiliki masalah pembayaran masuk dalam database Kementerian Keuangan.
"Karena mereka masuk dalam daftar tersebut, mereka tidak bisa mendapatkan fasilitas perbankan lagi," ujarnya.
ADVERTISEMENT