Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
OJK Catat Investor Mulai Alihkan Dana dari Saham dan Kripto ke Deposito Bank
11 April 2025 13:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat di tengah ketidakpastian global dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, investor mulai berbalik arah dari instrumen berisiko tinggi seperti saham dan kripto menuju instrumen konvensional perbankan, seperti deposito. Pergeseran ini turut mendorong peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) di sektor perbankan.
ADVERTISEMENT
“Secara singkat dapat kami sampaikan ya memang bahwa pertumbuhan dana pihak ketiga atau DPK perbankannya tercatat sebesar 5,75 persen year on year menjadi Rp 8.926 triliun,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae dalam konferensi pers, Jumat (11/4).
Ia menjelaskan, pertumbuhan DPK pada awal tahun ini tidak hanya dipengaruhi oleh aliran dana pemerintah, tetapi juga oleh peningkatan minat swasta menyimpan uangnya dalam bentuk deposito. Dalam kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian, stabilitas dan jaminan pengembalian menjadi alasan utama dibalik kembalinya investor ke bank.
“Pihak swasta juga mulai kembali menyimpan investasi dalam bentuk deposito di perbankan,” kata Dian.
Meski nilai tukar rupiah sempat menembus Rp 17.000 per dolar AS, OJK menilai risiko pasar di sektor perbankan akibat pelemahan tersebut masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari Posisi Devisa Neto (PDN) perbankan yang hanya sebesar 1,55 persen, jauh di bawah ambang batas 20 persen yang ditetapkan regulator.
ADVERTISEMENT
“Ini dapat dimaknai bahwa sebenarnya eksposur langsung bank terhadap risiko nilai tukar itu relatif kecil ya. Sehingga pelemahan nilai tukar tidak akan banyak berpengaruh secara langsung,” jelas Dian.
Sebagian besar kredit valuta asing (valas) yang disalurkan bank juga bersifat naturally hedged, artinya kredit diberikan kepada pelaku usaha ekspor yang memiliki pemasukan dalam bentuk valas. Bahkan, depresiasi rupiah bisa menjadi angin segar bagi perbankan karena meningkatkan nilai aset berdenominasi dolar yang dimiliki, sehingga mendorong profitabilitas.
Pertumbuhan kredit valas tercatat sebesar 16,30 persen secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK valas sebesar 7,09 persen. Akibatnya, Loan to Deposit Ratio (LDR) valas meningkat menjadi 81,43 persen dari sebelumnya 74,98 persen.
OJK tetap memperkuat pengawasan secara intensif terhadap masing-masing bank, terutama menghadapi potensi risiko dari luar negeri, termasuk efek kebijakan ekonomi dari Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
“Dalam situasi yang volatile tentu saja saya kira ini close consultation antara pengawas dengan individual bank itu menjadi sangat penting,” ujar Dian.
Ia menegaskan pentingnya pelaksanaan stress test yang kini sudah menjadi praktik reguler di perbankan. Stress test dilakukan dengan berbagai skenario untuk mengantisipasi guncangan ekonomi, termasuk potensi kebijakan Presiden Trump jika terpilih kembali.
“Ketidakpastian ini antara lain disebabkan oleh adanya kebijakan Presiden Trump seperti pengenaan tarif impor yang dapat menyebabkan inflasi sehingga membuat defen urung untuk mempercepat penurunan suku bunga,” ungkapnya.
OJK juga mendorong bank untuk membentuk tambahan modal sebagai buffer jika terjadi krisis. Ini merupakan bagian dari persyaratan minimum penyediaan modal berdasarkan profil risiko masing-masing bank.
Dian memastikan walau dihadapkan pada tantangan global, kinerja sektor perbankan nasional selama Januari-Februari 2025 terpantau masih solid. Capital Adequacy Ratio (CAR) berada di level 26,98 persen, menunjukkan ketahanan modal yang kuat.
ADVERTISEMENT
Return on Asset (ROA) juga tetap tinggi di angka 2,41 persen, sementara rasio kredit bermasalah (NPL) tercatat sebesar 2,22 persen, jauh di bawah ambang batas 5 persen. Loan at Risk (LAR) bahkan menunjukkan tren penurunan ke 9,77 persen.
Likuiditas juga dalam kondisi sehat, dengan rasio AL/DPK sebesar 26,35 persen dan AL/NCD sebesar 116,76 persen. Liquidity Coverage Ratio (LCR) tercatat sebesar 210,14 persen, dua kali lipat dari ambang batas minimum.
Pertumbuhan DPK diyakini masih akan terus berlanjut seiring dengan masuknya dana pemerintah ke perbankan serta momentum Ramadhan dan Idulfitri yang meningkatkan konsumsi dan kebutuhan kredit masyarakat.