Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Momen Ramadan dan Idul Fitri yang identik dengan meningkatnya aktivitas digital, mulai dari belanja online hingga transfer uang untuk keluarga, ternyata juga dimanfaatkan para pelaku kejahatan siber.
ADVERTISEMENT
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyampaikan selama bulan Ramadan, OJK menerima lonjakan aduan keuangan digital dan penipuan online yang signifikan.
“Bisa kami sampaikan bahwa di bulan Ramadan kemarin di tanggal 1 kita sudah menerima terkait permasalahan fraud eksternal ini tercatat sebanyak 4.127 layanan,” ujar Friderica dalam konferensi pers, Jumat (11/4).
Di luar itu, Satgas PASTI (Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal) juga menerima 448 laporan yang mencakup 50 aktivitas investasi ilegal dan 398 pinjaman online (pinjol) ilegal. Sementara itu, dari Indonesian Financial Sector Cyber Incidents Reporting and Alert System (IISJ), tercatat 21.763 laporan terkait skema dan fraud digital.
ADVERTISEMENT
Wanita yang akrab disapa Kiki itu menjelaskan jenis-jenis penipuan yang banyak dilaporkan mencakup penipuan jual beli online, panggilan palsu atau fake call, impersonasi (mengaku sebagai pihak tertentu), hingga penawaran kerja fiktif yang marak terjadi selama bulan suci. Tidak sedikit masyarakat yang tergiur dengan iming-iming keuntungan cepat atau pekerjaan dengan gaji besar namun berujung tipu-tipu.
Kiki menekankan, penipuan digital ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga permainan psikologis terhadap masyarakat yang belum memiliki pemahaman cukup mengenai modus-modus kejahatan siber.
Masalah lainnya yang menjadi sorotan adalah proses pengembalian dana korban penipuan. Kiki mengakui, prosedurnya tidak mudah dan seringkali terlambat.
“Kalau ada sisa dana korban penipuan di rekening atau akun penerima dana yang berdasarkan hasil verifikasi dilakukan melalui transfer dana maka akan dilakukan upaya pengembalian sisa dana tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam banyak kasus, dana tersebut sudah lebih dulu ditarik oleh pelaku sebelum proses verifikasi dilakukan. Proses pengembalian pun terkendala syarat dokumen yang cukup kompleks, seperti indemnity letter dan bukti laporan ke aparat hukum.
OJK juga mengungkapkan, penegakan hukum terhadap pelaku pinjol ilegal masih menghadapi tantangan serius. Salah satunya karena pelaku banyak beroperasi lintas negara dan menggunakan aplikasi dengan penyebaran cepat secara global. Hal ini membuat proses investigasi dan penindakan semakin sulit.
“Karena pelaku pinjol ilegal ini kebanyakan berbasisnya di luar negeri,” katanya.
Selain itu, kemampuan pelaku dalam berinovasi, mengubah modus, hingga memanfaatkan celah teknologi, membuat mereka selalu selangkah lebih maju dari aparat dan regulator.
Merespons kompleksitas pengaduan yang meningkat, OJK meluncurkan platform baru bernama SIPASTI (Sistem Informasi Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal) per 1 April 2025. Platform ini menggantikan sistem pelaporan melalui email yang sebelumnya digunakan.
ADVERTISEMENT
“SIPASTI ini singkatan dari sistem informasi pemberantasan aktivitas keuangan ilegal yang merupakan sistem untuk menerima laporan dari masyarakat terkait entitas dan atau aktivitas keuangan ilegal seperti investasi ilegal, misalnya robot trading, impersonation, dan lain-lain, pinjol ilegal, dan seluruh aktivitas keuangan ilegal lainnya,” jelas Friderica.
Dengan SIPASTI, masyarakat dapat langsung melaporkan aktivitas mencurigakan melalui kanal daring sipasti.ojk.id, atau melalui layanan OJK di 157 dan aplikasi Aplikasi SIKAPI OJK.
Data OJK menunjukkan bahwa selama Ramadan dan Idulfitri 2025, laporan pengaduan naik drastis menjadi 39.106 layanan, meningkat 34,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 29.036 layanan.
Meski terjadi lonjakan selama Ramadan, laporan mengalami penurunan setelah periode Lebaran. Namun, penurunan ini tidak serta-merta menandakan perbaikan karena aktivitas penipuan biasanya memang meningkat saat momen-momen konsumtif seperti Ramadan.
OJK juga telah merespons kondisi ini dengan menerbitkan POJK 22 Tahun 2023 sebagai dasar hukum untuk perlindungan konsumen di era digital. Regulasi ini mencakup kewajiban menjaga kerahasiaan data, keamanan sistem, hingga transparansi informasi produk keuangan.
ADVERTISEMENT
“Dalam rangka melakukan perlindungan konsumen dalam transaksi digital di Indonesia tadi disebutkan di POJK 22 juga sudah disebut ya, yang mengatur beberapa kewajiban POJK misalnya menjaga kerahasiaan dan keamanan data,” kata Kiki.
Langkah preventif dan kuratif terus dilakukan oleh Satgas PASTI. Mulai dari patroli siber, pemblokiran aplikasi dan nomor rekening, kerja sama dengan Telco, BSSN, hingga platform seperti Google dan Meta untuk mendukung edukasi digital.
Kiki menegaskan, edukasi kepada masyarakat sangat penting agar tidak mudah terjebak penawaran keuangan ilegal. Pengawasan market conduct pun dilakukan OJK melalui mekanisme langsung dan tidak langsung kepada pelaku usaha jasa keuangan.
Dalam praktiknya, OJK telah menjatuhkan sanksi seperti peringatan tertulis, denda hingga Rp 312 juta, dan permintaan pengembalian dana masyarakat sebesar Rp 200 miliar sepanjang 2024.
ADVERTISEMENT
Penutupan Entitas Ilegal Meningkat 41 Persen
Fenomena meningkatnya entitas ilegal juga jadi perhatian. Pada 2023, OJK menutup 2.288 entitas ilegal, lalu melonjak menjadi 3.240 pada 2024. Hingga Maret 2025, sudah 1.322 entitas keuangan ilegal yang ditutup.
“Kalau kita lihat di tahun 2023 itu ada 2.288 entitas keuangan ilegal yang ditutup, meningkat menjadi 3.240 entitas keuangan ilegal di tahun 2024 dalam waktu 3 bulan ini sudah 41 persen dari angka sebelumnya,” kata Kiki.