OJK Diminta Atur Cara Fintech Menagih Utang agar Tak Serampangan

2 Juli 2018 16:34 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera menetapkan prosedur penagihan utang yang jelas bagi financial technology (fintech).
ADVERTISEMENT
Sebab, YLKI menerima banyak pengaduan dari masyarakat terkait pelanggaran privasi yang dilakukan sejumlah fintech ketika menagih utang. Misalnya RupiahPlus yang baru-baru ini ramai diperbincangkan di media sosial.
Aplikasi pinjam uang ini dinilai sudah kelewatan lantaran menghubungi orang-orang yang ada dalam daftar kontak di ponsel si peminjam. Padahal belum tentu orang yang terdaftar di kontak adalah orang yang kenal dekat dengan si peminjam.
Hal-hal yang perlu diatur dalam prosedur penagihan utang misalnya tak boleh menagih ke pihak ketiga yang tidak berhubungan, tidak boleh ada ancaman, perlunya kejelasan perhitungan utang agar tak terjadi kecurangan.
"Misalnya menagih utang harus ke yang bersangkutan, bukan ke pihak ketiga yang tidak berhubungan. Tidak boleh ada ancaman, penyelesaian harus secara patut, harus ada rincian tagihan utang yang jelas," kata Staf Bidang Hukum dan Pengaduan YLKI, Abdul Basith, kepada kumparan, Senin (2/7).
ADVERTISEMENT
Aplikasi pinjam uang RupiahPlus. (Foto: RupiahPlus)
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi pinjam uang RupiahPlus. (Foto: RupiahPlus)
Selain itu, fintech sendiri juga harus melakukan verifikasi yang lebih ketat agar tak banyak peminjam yang gagal bayar. Rekam jejak peminjam harus benar-benar diteliti, jangan terlalu mudah memberi pinjaman.
"Potensi gagal bayar di bisnis ini cukup besar, risikonya besar. Apalagi validasi hanya berdasarkan kontak. Ada konsumen yang memanfaatkan kelonggaran ini. Fintech harus mengecek rekam jejak konsumen ke asosiasi fintech dan sebagainya," ucapnya.
Ia menambahkan, RupiahPlus memang sudah membuat perjanjian dengan peminjam untuk meminta izin akses untuk membaca seluruh daftar kontak pada ponsel dan riwayat panggilan telepon. Tapi, tidak ada penjelasan bahwa data-data tersebut dapat digunakan untuk penagihan. Maka tindakan tersebut tak dapat dibenarkan.
"Tidak ada penjelasan bahwa data tersebut tidak hanya untuk verifikasi peminjam tapi juga untuk penagihan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Karena itu, Basith meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dan Polri bekerja sama menertibkan RupiahPlus dan fintech-fintech sejenis yang melakukan hal serupa.
"Bukan hanya RupiahPlus, apabila fintech tersebut tidak terdaftar harus ditegaskan. Kalau tidak sesuai aturan, Kemenkominfo, OJK, Bareskrim harus tindak tegas," katanya.