OJK: Hanya Tersisa Satu Bank BUKU I di Indonesia

1 Mei 2021 19:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut sudah hampir tidak ada lagi bank dengan modal inti di bawah Rp 1 triliun (BUKU I) yang beroperasi di Indonesia. Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto mengatakan saat ini semua bank BUKU I sudah berhasil naik kelas ke BUKU II. Artinya bank-bank kecil mampu memenuhi modal inti minimum yang diwajibkan OJK.
ADVERTISEMENT
“Bank BUKU I sekarang sudah hilang ya. Jangan bicara bank BUKU I lagi karena semua sudah naik pangkat. Kita mewajibkan kenaikan modal di atas Rp 1 triliun. Ternyata banyak yang mampu bank BUKU I menaikkan modal sampai Rp 1 triliun dan yang enggak mampu mereka melakukan penggabungan atau dijual ke lain-lain,” ujar Anung di Bogor, Sabtu (1/5).
Menurut Anung, saat ini hanya tersisa satu bank BUKU I yaitu Bank Prima Master di Jawa Timur. Namun bank bersangkutan juga telah bersiap diakuisisi oleh bank asing dalam waktu dekat. “Tinggal satu, Bank Prima Master di Jawa Timur sana dan sudah dalam pipeline untuk diakuisisi oleh salah satu bank besar dari luar. Kita tunggu saja,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui OJK mewajibkan bank memenuhi modal inti minimum paling lambat 31 Desember 2022. Pemenuhan modal inti minimum bisa dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, bank umum harus memenuhi MIM Rp 1 triliun hingga akhir 2020, lalu merangkak naik menjadi Rp 2 triliun di akhir 2021, dan Rp 3 triliun di akhir tahun 2022.
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Adapun kategori BUKU 1 adalah bank dengan minimum modal inti di bawah Rp 1 triliun. Kemudian BUKU 2 Rp 1 triliun sampai Rp 5 triliun, BUKU 3 dengan modal inti Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun, dan BUKU 4 modal inti di atas Rp 30 triliun.
Meski demikian Anung menegaskan bahwa kewajiban menaikkan modal inti tersebut bukan bertujuan untuk menyisihkan bank-bank kecil. Anung mengatakan kewajiban tersebut justru bermaksud untuk mendorong agar bank kecil bisa memiliki permodalan yang kuat.
ADVERTISEMENT
Apalagi saat ini tren bank digital mulai menjamur. Anung mengatakan bank-bank kecil ini tidak boleh kalah saing dengan bank digital sehingga mereka pun harus memperkuat permodalan.
“Kita tidak untuk mengeliminasi bank-bank kecil tapi untuk memperkuat bank-bank itu untuk menghadapi digitalisasi yang butuh modal besar. Kita enggak ingin ada kegagalan bank-bank kecil ini di kemudian hari. Oleh karena itu kita antisipasi,” ujarnya.
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Pixabay
Bahkan menurut Anung kewajiban menambah modal inti ini justru bisa dijadikan kesempatan bagi bank kecil memperoleh suntikan modal atau mendapatkan investor baru.
“Salah persepsi kalau konsolidasi dianggap untuk eliminasi, tidak. Konsolidasi justru untuk memperkuat, mendapatkan top up modal dari investor baru,” ujarnya.
Anung mengatakan OJK pun tengah memantau bank-bank ini untuk masuk ke tahap selanjutnya alias memenuhi kewajiban minimum modal inti sebesar Rp 2 triliun. Hingga saat ini masih ada 40 bank yang berlomba memenuhi kewajiban tersebut. Bagi yang tidak sanggup maka bank bersangkutan bisa melakukan konsolidasi.
ADVERTISEMENT
“Konsolidasi bisa peleburan, ambil alih dan integrasi. Ada aturan ini bank kecil tetap hidup kok. Bank Jago hampir Rp 8 triliun, Neo Bank itu juga masuk digital dan di top up. Bank Royal diambil BCA. Masih ada kok bank kecil. Dan ketika diakuisisi pemilik modal besar, bank justru lebih kuat. Bank kita jadi besar. Size does matter. Size bank itu menentukan,” tandasnya.