OJK: Kerugian Konsumen Akibat Scam Capai Rp 2,5 Triliun Sejak 2022

11 Desember 2024 11:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi dalam acara Gerakan Bersama Pelindungan Konsumen (Geber PK) di Jakarta, Rabu (11/12/2024).  Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi dalam acara Gerakan Bersama Pelindungan Konsumen (Geber PK) di Jakarta, Rabu (11/12/2024). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kerugian konsumen akibat scam atau penipuan mencapai Rp 2,5 triliun. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan angka kerugian itu berdasarkan data dari 10 bank sejak 2022 sampai triwulan I 2024.
ADVERTISEMENT
Friderica atau akrab disapa Kiki menilai permasalahan tersebut menjadi salah satu tantangan di bidang Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK).
"Itu (kerugian) Rp 2,5 triliun dari tahun 2022 sampai triwulan 1 tahun ini," kata Kiki di acara Gerakan Bersama Pelindungan Konsumen (Geber PK) di Jakarta, Rabu (11/12).
Kiki mengungkapkan korban yang terkena scam kebanyakan setelah pelaku mendapatkan One Time Password (OTP) layanan perbankan. Selain uang, data pribadi korban juga dimanfaatkan oleh pelaku penipuan.
"Itu korban kebanyakan yang kena scam dan fraud yang saya bilang, gara-gara ngasih OTP, ngasih password ya gitu," ungkap Friderica.
Kiki mengatakan penipuan yang merugikan itu bukan hanya mengancam orang-orang berpendidikan rendah, tetapi banyak korban dari latar belakang pejabat dan mantan pejabat. Ia mengaku juga pernah mendapatkan upaya penipuan.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Kiki menjelaskan adanya penipuan tersebut secara otomatis diikuti oleh jumlah tren pengaduan konsumen dan masyarakat yang terus meningkat. Di mana, data per 1 Januari 2020-30 November 2024 ada 31.018 pengaduan masyarakat berindikasi sengketa, dan 1.890 pengaduan berindikasi pelanggaran.
Selain itu, Friderica menuturkan terdapat gap indeks literasi dan inklusi keuangan. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) bersama OJK menunjukkan, indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43 persen di tahun 2024. Sementara, indeks inklusi keuangannya sebesar 75,02 persen.
Untuk menanggulangi agar tak terjadi scam serupa, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Doni P Joewono, meminta masyarakat harus dapat melindungi PIN dan data pribadinya.
ADVERTISEMENT
"Ya sebenarnya yang pertama ya PIN gitu ya, pelindungan data pribadi yaitu PIN, saya bilang PIN itu ya harus dijaga itu yang pertama," ungkap Doni kepada wartawan di kesempatan yang sama, Rabu (11/12).
"Kedua tentunya kita harus paham layanan keuangan, contohnya jangan memberikan OTP ke sembarangan orang. Kedua kunci itu aja, udah bisa melindungi data pribadi kita ya," lanjutnya.
Selain konsumen, Doni mengimbau penyelenggara dari sistem pembayaran juga mesti menjaga konsumennya agar tak terimbas scam, dengan cara membuat sistem security yang tinggi.
"Yang mau saya katakan, selain konsumen, penyelenggara dari sistem pembayaran itu wajib menjaga konsumen juga. Menjaga konsumen itu dengan membuat sistem securitynya tinggi, sehingga OTP nya bisa dua kali," ujar Doni.
ADVERTISEMENT