OJK: Risiko Gagal Bayar Utang AS Tak Akan Berimbas ke Sektor Keuangan RI

22 Mei 2023 12:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahendra Siregar dalam acara peresmian Gedung Bersejarah (The Heritage Building) di dalam Kompleks Kedubes AS, Jakarta, Kamis (23/1). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Mahendra Siregar dalam acara peresmian Gedung Bersejarah (The Heritage Building) di dalam Kompleks Kedubes AS, Jakarta, Kamis (23/1). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyebut risiko gagal bayar utang yang dialami Amerika Serikat (AS) tak akan berdampak besar bagi sektor keuangan Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Analisis awal yang kami lakukan adalah dampak dari kemungkinan tak tercapai kesepakatan batasan utang Amerika Serikat kepada stakeholders jasa keuangan maupun industri jasa keuangan di Indonesia sangat minimal," kata Mahendra saat Webinar Memperkuat Ketahanan Nasional di Industri Jasa Keuangan yang digelar OJK, Senin (22/5).
Mehendra menjelaskan, kepemilikan obligasi pemerintah Amerika Serikat oleh seluruh Institusi Keuangan di Indonesia saat ini sangat kecil.
"Dan itu pun sebagain besar dimiliki badan dan anak perusahaan dari perusahaan multinasional, sehingga dampaknya lebih bisa dikatakan terbatas apabila skenario itu (gagal bayar) terjadi pada perkembangan satu-dua Minggu ke depan di Amerika," ujar dia.
Meski dampaknya disebutkan kecil, OJK terus memantau perkembangan yang terjadi di Amerika Serikat. Mehendra mengatakan, OJK terus melakukan berbagai analisa memantau risiko dan melakukan pengambilan langkah mitigasi. Analisis tersebut dilakukan menyeluruh, sebab Mehendra tidak ingin apa yang menimpa Amerika saat ini juga terjadi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Contoh di Amerika bisa terjadi dari kontrak kegagalan satu bank yang relatif tidak besar, di Amerika bisa membawa dampak sistemik bila tidak ditangani baik. Risiko berkelanjutan peningkatan suku bunga, peningkatan kondisi yang tidak diinginkan seperti inflasi atau pemberian kredit berlebih di satu sektor," kata Mahendra.
Risiko AS Gagal Bayar Utang
Amerika Serikat (AS) belum sukses membebaskan diri dari risiko gagal bayar utang. Kabar terakhir, pertemuan kedua antara Pemerintah AS dan negosiator dari faksi Republik di DPR AS untuk membahas plafon utang AS, pada Jumat (19/5) malam waktu setempat, berakhir tanpa kemajuan.
Kedua pihak mengatakan, belum ada pertemuan lanjutan untuk membahas peningkatan plafon utang AS dari level saat ini yang mencapai USD 31,4 triliun. Padahal, tenggat waktunya tinggal kurang dua pekan lagi.
ADVERTISEMENT
Belum adanya kemajuan yang terjadi saat Washington bergegas agar mencapai kesepakatan pada tenggat 1 Juni 2023 atau menghadapi risiko gagal bayar (default) utang untuk pertama kalinya dalam sejarah.
"Kami berdiskusi dengan sangat, sangat terbuka mengenai posisi kami saat ini, tentang hal-hal yang harus dilakukan," kata Garret Graves, Perwakilan faksi Republik, menyusul pertemuan singkat di Capitol dengan para pejabat Gedung Putih.
"Tidak terjadi negosiasi malam ini," kata Graves, menambahkan waktu pertemuan berikutnya belum ditetapkan.
Sebelumnya Menteri Keuangan AS, Janet Yellen menyampaikan peringatannya bahwa pihaknya mungkin kehabisan langkah untuk membayar kewajiban utangnya pada bulan Juni 2023 mendatang.
"Proyeksi kami saat ini adalah bahwa pada awal Juni, suatu hari akan tiba ketika kami tidak dapat membayar tagihan kami kecuali Kongres menaikkan plafon utang, dan itu adalah sesuatu yang saya sangat mendesak Kongres untuk melakukannya," ungkap Yellen, Selasa (9/5).
ADVERTISEMENT
Dirinya menyebut, sejatinya AS telah mengambil 'langkah luar biasa' untuk menghindari gagal bayar, dan itu bukan sesuatu yang dapat terus dilakukan Departemen Keuangan. Sehingga Yellen mengatakan Kongres perlu mengambil tindakan untuk menghindari 'malapetaka ekonomi'.
“Disepakati secara luas bahwa kekacauan finansial dan ekonomi akan terjadi,” kata Yellen.