OJK soal Banyak Pinjol Kini Kekurangan Modal: Bagian Seleksi Alam Fintech

23 November 2023 17:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Hasan Fawzi. Foto: Selfy Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Hasan Fawzi. Foto: Selfy Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hasan Fawzi, mengakui saat ini banyak perusahaan pinjaman online (pinjol) atau peer to peer lending yang kekurangan modal. Menurutnya, kondisi tersebut merupakan seleksi alam.
ADVERTISEMENT
“Ya inilah memang yang terjadi, ini akan menjadi bagian dari seleksi alam fintech yang rupanya sudah masuk ke fase berikutnya,” kata Hasan kepada wartawan di Mall Kasablanka, Jakarta, Kamis (23/11).
Hasan mengungkapkan saat pandemi COVID-19 banyak perusahaan fintech bermunculan. Ia menilai di masa itu memang fintech banyak peminat dan mudah mendapatkan suntikan modal.
“Mungkin dulu di fase awal kita melihat bagaimana modal dan dana-dana murah dan mudah didapatkan untuk menjadi modal awal dari berdirinya perusahaan fintech dan berkembangnya selanjutnya,” ujar Hasan.
Hasan menjelaskan saat pandemi usai, pelaku usaha di sektor fintech harus memutar otak untuk mempertahankan usahanya agar tetap dipandang sebagai sektor yang menarik. Termasuk untuk menjaring minat dari berbagai sumber permodalan.
ADVERTISEMENT
“Kita melihat sekalipun sudah ada tren global adanya penurunan arah investasi ke industri fintech ini, tapi di Indonesia kita cukup unik, dari tahun ke tahun terutama di tahun terakhir ini kita tetap mencatat pertumbuhan aliran permodalan tidak hanya dari sumber modal domestik tapi juga asing,” ungkap Hasan.
Ilustrasi fintech. Foto: Shutter Stock
Hasan mengungkapkan pihaknya akan mengarahkan perusahaan-perusahaan fintech yang sakit akibat kekurangan modal ini untuk melakukan merger. “Tentu kita arahkan tapi itu (merger) akan terjadi secara natural,” terang Hasan.
Hasan menuturkan pihaknya telah menyiapkan instrumen yang dapat membantu perusahaan-perusahaan yang sakit ini ketika sudah siap dengan inovasi yang baru, yaitu regulatory sandbox.
Berdasarkan Surat Edaran OJK Nomor 21/SEOJK.02/2019, regulatory sandbox merupakan kebijakan yang diatur untuk mengakomodir Inovasi Keuangan Digital atau IKD. Sedangkan IKD adalah segala aktivitas pembaruan proses bisnis, model bisnis, dan instrumen keuangan yang melibatkan ekosistem digital.
ADVERTISEMENT
“Kita sendiri punya inkubasi dan fasilitasi untuk inovasi baru, pengaturan regulatory sandbox. Kita harapkan dengan kehadiran regulatory sandbox di OJK, kita akan mengundang berbagai inovasi baru di sektor keuangan," tutur Hasan.
"Mungkin pada saatnya kita akan mengundang minat permodalan terhadap peserta dari (regulatory sandbox) yang kita pandang cukup baik memberikan inovasi di satu sisi tapi secara bisnis juga memiliki prospek yang dapat ditawarkan kepada para pemodal,” tambahnya.
Sebelumnya, OJK mengungkap ada beberapa perusahaan pinjaman online yang kekurangan modal. Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan perusahan pinjol berizin.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman menuturkan, ada 29 perusahaan pinjol yang kekurangan modal sesuai dengan ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp 2,5 miliar.
ADVERTISEMENT
“Terdapat enam dari 29 penyelenggara peer to peer lending yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan belum mau mengajukan permohonan peningkatan modal, sedangkan 21 peer to peer lending sedang proses peningkatan modal disetor serta dua peer to peer lending sedang proses dalam pengajuan Pengembalian izin usaha,” kata Agusman dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Oktober 2023, dikutip dari laman Youtube OJK pada Kamis (23/11).
Pada kesempatan itu, Agusman menyebutkan OJK telah menerbitkan sanksi administratif berupa peringatan tertulis kepada penyelenggara yang belum memenuhi ketentuan tersebut, agar segera menambah modal dan menjaga kualitas minimum sebesar Rp 2,5 miliar.