Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
OJK Uji Coba Daya Tahan Perbankan RI Hadapi Kebijakan Tarif Trump, Ini Hasilnya
28 April 2025 14:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Sejauh ini, OJK menilai bahwa rasio permodalan (Capital Aquadecy Ratio) perbankan tergolong tinggi (Februari 2025: 26,95 persen) dan mampu menyerap potensi peningkatan risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas,” kata Kepala Eksekutif Pengawas OJK Dian Ediana Rae, dalam jawaban tertulis, Senin (28/4).
Hingga Februari 2025, OJK mencatat kinerja intermediasi perbankan relatif stabil dengan profil risiko yang terjaga dengan Non Performing Loan (NPL) gross Februari 25 di 2,22 persen dan NPL Net 0,81 persen serta LaR Februari 2025 di 9,77 persen.
Sementara itu kredit perbankan tercatat melanjutkan pertumbuhan sebesar 10,30 persen year on year (yoy) menjadi Rp7.825 triliun dengan ) kredit Investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 14,62 persen, kredit konsumsi 10,31 persen, dan kredit modal kerja tumbuh 7,66 persen.
ADVERTISEMENT
“Ditinjau dari kepemilikan, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 10,93 persen yoy dan berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 15,95 persen,” ujarnya.
Dian mencatat ada tiga sektor utama yang menjadi penunjang pertumbuhan kredit, yakni industri pengolahan, transportasi dan pergudangan, dan pertambangan.
“Industri pengolahan utamanya industri minyak goreng dan kelapa sawit mentah, industri kertas, dan industri logam dasar bukan besi, sedangkan pada sektor pertambangan utamanya pada pertambangan logam dan biji timah, serta batu bara dan gambut,” kata Dian.
Dengan adanya kebijakan Trump, OJK mengimbau industri perbankan untuk memetakan lebih jauh sektor-sektor dan debitur-debitur yang dapat terdampak dari ketidakpastian global utamanya yang dapat mengalami penurunan kemampuan membayar.
Selain itu industri perbankan juga dituntut untuk senantiasa antisipatif dalam memitigasi peningkatan risiko kredit dengan pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang cukup.
ADVERTISEMENT
“OJK juga meminta kepada perbankan agar secara proaktif melakukan asesmen terhadap perkembangan yang terjadi di global maupun domestik dan mempersiapkan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mengantisipasi perkembangan dimaksud,” ujarnya.
Terkait dampak tarif Trump utamanya dengan melemahnya nilai tukar rupiah kepada bank, Dian menyebut saat ini industri perbankan masih berkinerja dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari Posisi Devisa Neto (PDN) yang berada pada level 1,55 persen atau jauh di bawah threshold 20 persen.
“Sehingga pelemahan nilai tukar tidak akan banyak berpengaruh secara langsung terhadap neraca bank. Dari sisi kredit valas, umumnya kredit yang diberikan dalam valas merupakan produk/kegiatan berbasis ekspor yang juga memiliki basis penerimaan dalam bentuk valas (naturally hedged),” kata Dian.
ADVERTISEMENT
Posisi devisa neto bank juga berada dalam posisi long. Artinya, eksposur langsung bank dalam bentuk valuta asing di sisi kredit dan surat berharga yang dimiliki justru akan meningkatkan nilai aset bank saat terjadi depresiasi rupiah. Hal ini dapat berdampak pada meningkatnya profitabilitas bank.
Dibandingkan tahun sebelumnya Dian mencatat pertumbuhan kredit valas lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) valas yaitu masing-masing sebesar 16,30 persen yoy dan 7,09 persen yoy. Dengan begitu Loan to Deposit Ratio (LDR) valas meningkat menjadi 81,43 persen pada Februari 2025 dibanding Februari 2024 yang hanya 74,98 persen.
Likuiditas industri perbankan juga tercatat masih cukup dengan rasio Liquidity Coverage Ratio, (LCR) sebesar 210,14 persen.
“Kondisi ini turut memengaruhi persepsi investor terhadap perekonomian Indonesia, yang tercermin dalam pergerakan volatilitas nilai tukar. Meski demikian, kondisi ini juga menjadi momentum bagi penguatan koordinasi kebijakan untuk meningkatkan daya saing dan menjaga stabilitas makroekonomi nasional,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, selain OJK Dian bilang industri perbankan juga harus melakukan uji ketahanan dengan skenario yang mendalam untuk dapat mengidentifikasi secara dini kondisi yang perlu menjadi perhatian. Dengan begitu bank bisa menyiapkan mitigasi risiko yang tepat dan terukur, sebagai antisipasi dampak terhadap risiko pasar, risiko kredit, dan juga risiko likuiditas.