OJK Ungkap Rencana Sesuaikan Pajak Kripto dengan Kemenkeu

9 Agustus 2024 15:26 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi aset kripto.  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi aset kripto. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan membahas penyesuaian besaran pungutan pajak kripto dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) usai transisi di mana pengawasan sebelumnya dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
ADVERTISEMENT
Pungutan aset kripto masih mengikuti Keputusan Menteri Keuangan RI No. 68/PMK.03/2022. Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi menyebut transisi pengawasan kripto oleh OJK akan dilakukan pada Januari 2025.
Sebagai upaya optimalisasi peran perdagangan aset kripto bagi penerimaan negara ini, regulasi terkait perpajakan juga sedang dalam proses evaluasi dan penyempurnaan.
"Kalau sekarang memang karena masuk dalam kategori aset kelas komoditas, tentu mengacu kepada aturan perpajakan aset kripto yang sudah diberlakukan PMK-nya. Saat ini sampai nanti beralih ke OJK, masih akan efektif berlaku," kata Hasan usai peluncuran Peta Jalan OJK di Jakarta, Jumat (9/8).
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto sekaligus Anggota Dewan Komisioner OJK, Hasan Fawzi (tengah). Foto: Dok. OJK
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022, atas penyerahan aset kripto, besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 1 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11 persen.
ADVERTISEMENT
Bila perdagangan tidak dilakukan pedagang fisik aset kripto, maka besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 2 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22 persen.
Sementara itu, atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan mining pool, PPN yang harus dipungut dan disetor sebesar 10 persen dari tarif PPN umum atau 1,1 persen yang dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima penambang.
Untuk pajak penghasilan, pada Pasal 19 disebutkan, penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang merupakan penghasilan yang terutang pajak penghasilan (PPh).
Penjual ini dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 0,1 persen. Bila penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2 persen.
ADVERTISEMENT
Hingga Juli 2024, pemerintah menerima setoran pajak kripto sebesar Rp 838,56 miliar. Rinciannya, Rp 246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 220,83 miliar penerimaan tahun 2023, dan Rp 371,28 miliar penerimaan 2024.
Penerimaan pajak kripto terdiri atas Rp 394,19 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 444,37 miliar penerimaan PPN dalam negeri (DN) atas transaksi pembelian kripto di exchanger.