OJK: Utang Warga RI di PayLater Tembus Rp 25,82 Triliun per Juli 2024

6 September 2024 22:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Paylater. Foto: panuwat phimpha/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Paylater. Foto: panuwat phimpha/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat masyarakat Indonesia yang melakukan pinjaman pada layanan bayar nanti atau Buy Now Pay Later (PayLater) atau BNPL telah mencapai Rp 25,82 triliun per Juli 2024.
ADVERTISEMENT
Nilai tersebut berasal dari industri perbankan dan multifinance yang menyediakan layanan BNPL.
"Untuk pembiayaan Buy Now Pay Later oleh perusahaan pembiayaan, pertumbuhan pembiayaan meningkat sebesar 73,55 persen yoy atau menjadi Rp 7,81 triliun dengan NPF gross sebesar 2,82 persen," kata Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya (OJK) Agusman dalam konferensi pers hasil rapat RDK OJK Bulanan Agustus 2024, Jumat (6/9).
Sementara itu, kredit BNPL di industri perbankan terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi. Per Juli 2024, kredit BNPL tumbuh 36,66 persen secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 18,01 triliun, dengan total jumlah rekening 17,90 juta.
Risiko kredit untuk BNPL perbankan turun ke level 2,24 persen dari Juni 2024 yang sebesar 2,5 persen.
ADVERTISEMENT
Menurut Agusman, pembiayaan BNPL di Indonesia memiliki potensi pasar yang cukup besar sejalan dengan perkembangan perekonomian berbasis digital.
Adapun terkait aturan PayLater, Agusman mengatakan masih dalam kajian. Hal ini seiring dengan tumbuh dan berkembangnya layanan BNPL, sehingga memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan inklusi keuangan di tanah air.
"Kajiannya antara lain mengenai persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan paylater, kepemilikan sistem informasi, pelindungan data pribadi, rekam jejak audit, sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, manajemen risiko," ujar Agusman.