Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Ojol Ngeluh Bonus Hari Raya Rp 50 Ribu, Wamenaker Nilai Aplikator Rakus
1 April 2025 19:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Langsung naik darah nih soal BHR nih, mereka rakus. Aplikator itu rakus," ucap Ebenezer ketika ditemui awak media di Rumah Dinas Menteri Investasi Rosan Roeslani, Jakarta, Selasa (1/4).
Meski demikian, Ebenezer tak menyebut kapan bakal memanggil pihak aplikator ojol tersebut untuk memberi penjelasan mengenai BHR Rp 50.000.
Sebelumnya, para pengemudi ojol yan tergabung dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) memprotes keberadaan BHR yang hanya dibayarkan Rp 50.000.
Ketua SPAI Lily Pujiati mendapat laporan tentang adanya pekerja ojol Gojek yang BHR-nya hanya dibayarkan senilai Rp 50.000 padahal pendapatannya selama 12 bulan sebesar Rp 93 juta.
“Hitungan ini sangat tidak ini adil karena platform menentukan kategori yang diskriminatif seperti hari kerja 25 hari, jam kerja online 250 jam, tingkat penerimaan order 90 persen, total orderan minimal 250 orderan dan rata-rata rating 4,9 setiap bulannya,” kata Lily dalam keterangan tertulis Selasa (25/3).
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan akan memanggil aplikator-aplikator ojek online (ojol) dalam waktu dekat karena banyak para pengemudi yang mengeluh hanya mendapatkan Bonus Hari Raya (BHR) Rp 50 ribu.
"Ada ini lagi di atur jadwalnya harusnya sekarang tapi ada jadwal ke istana. Hopefully (sebelum Lebaran)," ucap Yassierli di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (27/3).
Dia mengaku, sampai saat ini ada laporan masuk mengenai BHR ojol ini, sebagian dari pengadu mempertanyakan sistem nominal dari pembagian BHR. Yassierli pun mengkaji laporan yang diterima itu.
Secara aturan di Surat Edaran (SE) Menaker tentang BHR ojol, kata dia, memang pembagian bonus di kategorisasi alias tak semua mendapat secara prorata. Yassierli mengakui hal ini menjadi tantangan bagaimana tiap aplikator mengkategorikan di luar yang sudah ditetapkan pemerintah.
ADVERTISEMENT