Ombudsman: Maladministrasi Naik Imbas Aturan Izin Tambang Minerba Tak Konsisten

12 Desember 2022 17:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tambang. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tambang. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ombudsman RI mencatat kenaikan laporan maladministrasi di tahun 2020 usai perubahan kewenangan perizinan dari awalnya di tangan kabupaten/kota, lalu ke pemerintah provinsi, dan dipindahkan ke pemerintah pusat pada tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Dalam hasil kajian sistemik tata kelola dan kebijakan izin usaha pertambangan (IUP), Ombudsman menilai regulasi IUP mengalami beberapa perubahan. Kewenangan izin dialihkan ke pemerintah kabupaten/kota melalui UU No 4 Tahun 2009. Kemudian UU No 3 Tahun 2020 berlaku, di mana kewenangan IUP menjadi di tangan pemerintah pusat.
Saat ini izin tambang dilaksanakan melalui Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021, yang merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja.
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, mengatakan pihaknya menerima laporan pertambangan pada tahun 2020 sekitar 22 laporan, tahun 2021 sebanyak 41 laporan, dan tahun 2022 sebanyak 21 laporan.
"Dari data laporan pertambangan yang ada oleh Ombudsman RI ini ada 50 laporan ditutup, dalam proses pemeriksaan 13, laporan akhir ada 16, dan 5 laporan masih dalam tahap monitoring," ujarnya saat konferensi pers, Senin (12/12).
ADVERTISEMENT
Hery melanjutkan, berdasarkan hasil kesimpulan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) pertambangan, terlihat unsur maladministrasi yang tinggi pada laporan di tahun 2020, namun terus menurun hingga tahun 2022.
Rinciannya, terdapat 10 LAHP yang memuat unsur maladministrasi di tahun 2020 dan 4 LAHP yang tidak ada, sementara di tahun 2021 menurun jadi 6 LAHP yang memuat unsur maladministrasi dan 12 yang tidak, lalu di tahun 2022 juga terdapat 6 LAHP dengan unsur maladministrasi dan 17 yang tidak ada
Dengan begitu, kata Hery, peralihan kewenangan ini belum atau bahkan tidak semua terakomodasi. Misalnya peralihan kewenangan perizinan dari kabupaten/kota ke provinsi ada yang tertinggal atau terlewatkan.
"Ini proses yang kemudian sampai ke pusat pun begitu, jadi yang terjadi maladministrasi saat itu lebih ke faktor residu dari penanganan yang tadinya melibatkan kewenangan kabupaten/kota, provinsi, lalu ke pusat," tuturnya.
Alat berat untuk industri pertambangan minerba. Foto: Kementerian ESDM
Selain itu, hasil kajian tersebut juga menyimpulkan bahwa aturan Keputusan Menteri ESDM Nomor 15.K/HK.02/MEM.B/2022 yang mengatur tentang pembatasan laporan dari segi waktu dan masa aktifnya IUP cenderung bersifat diskriminatif.
ADVERTISEMENT
Hery menuturkan, ketentuan tersebut membatasi klasifikasi pelapor dengan menentukan batas waktu belum lewat 2 tahun sejak pertama kali permohonan perizinan pada saat IUP masih berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak didasarkan oleh ketentuan yang tepat.
Kemudian, dalam implementasi tata kelola dan kebijakan IUP saat ini juga masih terjadi beberapa kendala, setidaknya dari 5 aspek yaitu pelayanan perizinan, pembinaan dan pengawasan, lingkungan, keuangan, dan permasalahan hukum.
Salah satu kendala aspek pelayanan perizinan yakni masalah pengalihan kewenangan IUP dari pemerintah daerah ke provinsi dan pusat (proses P3D) tidak memenuhi asas profesional, ketelitian, dan transparansi. Lalu di aspek pengawasan, jumlah inspektur tambang masih sangat sedikit dari jumlah IUP yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kendala aspek lingkungan yakni belum terintegrasinya pengurusan izin lingkungan dengan izin pertambangan sebagai izin induk yang berpotensi mengakibatkan ketidaksesuaian, lalu aspek keuangan terkait pembayaran royalti dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dilakukan dengan sistem angsur yang disesuaikan dengan keperluan dan kondisi keuangan pemerintah pusat, bahkan pembayarannya tidak sesuai dengan jumlah perhitungan awal.
Terakhir dari aspek permasalahan hukum yaitu meskipun kewenangan IUP di tingkat kabupaten/kota sudah dialihkan sejak 2016, namun proses gugatan yang diajukan oleh pemegang IUP terhadap pemerintah kabupaten/kota masih berlangsung sampai sekarang.