Ombudsman Minta Jokowi Waspada Jebol Impor 6 Juta Ton Beras Terulang

28 Februari 2024 16:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja menurunkan beras dari kapal di Pelabuhan Tanjungwangi, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (22/2/2024). Foto: Budi Candra Setya/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menurunkan beras dari kapal di Pelabuhan Tanjungwangi, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (22/2/2024). Foto: Budi Candra Setya/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ombudsman RI meminta Presiden Jokowi waspada Indonesia bisa mengulangi kejadian tahun 1998 ketika impor beras Indonesia jebol di angka 6 juta ton.
ADVERTISEMENT
Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, mengatakan pemerintah saat ini tidak punya pilihan lain untuk melakukan impor beras di saat produksi dalam negeri berkurang.
Yeka membandingkan Februari tahun lalu harga gabah di level Rp 5.000 sampai Rp 6.000, dan baru meningkat ketika masuk bulan Agustus-September. Sementara di Februari 2024 ini, dia menemukan harga gabah sudah di level Rp 8.300.
"Nah berarti jadi persoalan serius terkait masalah produksi. kalau kaitannya dengan seperti ini, maka enggak ada jalan yang cukup instan untuk meningkatkan produksi kecuali memang impor," kata Yeka di kantornya, Rabu (28/2).
Tahun 2024 ini impor beras yag direncanakan pemerintah sebesar 2 juta ton, plus 1,6 juta ton tambahan. Tahun 2023 lalu, kuotanya hampir sama, dari 2 juta ton kemudian ada tambahan 1,5 juta ton.
ADVERTISEMENT
"Harus ada antisipasi. Lesson learned-nya apa? (Ketika reformasi, 6 juta ton impornya. Ada lesson learned itu. Artinya, harus dipersiapkan kemungkinan terburuk. Kemungkinan terburuk itu apa? Beras tidak ada, produksi gagal," kata Yeka.
Menurutnya pemerintah harus gerak cepat mencari sumber-sumber beras. Masalahnya impor beras saat ini juga susah. Bahkan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengaku ngos-ngosan hanya untuk mendatangkan sisa kontrak impor 2023, belum lagi yang kuota tahun 2024 ini.
Adapun alasan produksi turun tahun ini adalah karena cuaca ekstrem el nino yang menyebabkan kekeringan. Awal tahun ini, Januari-Februari, Badan Pangan Nasional mencatat ada 2,8 juta ton beras, selisih pasokan dan kebutuhan. Alasannya adalah cuaca El Nino.
"Begini, El Nino yes pasti. Misalnya beginilah, kita dikasih tahu nih 6 bulan lagi kekeringan, pasti di rumah paling tidak gali sumur lah. Kita dari sekarang ya persiapan," kata Yeka menilai semestinya El Nino bisa diantisipasi lebih baik.
ADVERTISEMENT
Impor Beras 1998 Jebol setelah Swasembada
Buruh pelabuhan menurunkan beras impor asal Vietnam dari kapal kargo di Pelabuhan Malahayati, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (5/1/2023). Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa
Indonesia pernah impor 6 juta ton beras pada tahun 1998, tepat ketika Soeharto lengser. Penyebabnya ialah runtuhnya pilar-pilar yang menjadi prasyarat kebijakan swasembada pangan. Contohnya, Bulog tak lagi memiliki kewenangan besar seperti sebelum 1998, pemerintah pusat juga tidak lagi memiliki kontrol kuat untuk menjalankan programnya sampai ke desa-desa.
Contoh kecilnya, kerja penyuluh pertanian tak terpantau, pemda dan pemerintah pusat punya program yang berbeda, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan swasembada sulit diulang lagi.
Padahal ketika era Soeharto Indonesia pernah swasembada beras, tapi hanya 5 tahun dari total 32 tahun masa pemerintahan Soeharto, yakni pada 1984-1988. Upaya pencapaian swasembada pangan ini terbantu oleh oil boom yang terjadi pada dekade 1970-an. Lonjakan harga minyak dunia ini memberi keuntungan besar pada Indonesia yang waktu itu masih menjadi eksportir minyak besar.
ADVERTISEMENT
Kala itu, Soeharto mengumpulkan para teknokrat untuk menyusun kebijakan swasembada pangan. Petani diberi kredit murah (Insus). Di tingkat petani harga tidak boleh jatuh, kalau harga jatuh maka Bulog harus membeli dengan harga yang dijamin pemerintah, sistem insentif dikembangkan dengan baik.
Insus digerakan, perekrutan penyuluh pertanian dilakukan secara besar-besaran, dilakukan pengamanan secara militer, ada Bintara Pembina Desa (Babinsa). Babinsa mendampingi penyuluh mengajarkan teknik-teknik bertani. Programnya terorganisir dengan baik karena didukung militer. Pada saat itu sentra-sentra produksi beras mulai dari Pidie, Simalungun, Solok, Palembang, Lampung, sampai Maros, Sulsel, Manggarai secara baik menerapkan varietas baru IR, mulai dari IR 50, IR 64, dan sebagainya.
Namun, setelah mencapai swasembada pangan dan mendapat penghargaan dari FAO pada 1986, pemerintah Orde Baru mulai kehilangan fokus pada upaya mempertahankan swasembada.
ADVERTISEMENT
Sementara di era Jokowi, Indonesia sempat tidak impor beras, yakni pada 2019, 2020, dan 2021. Bahkan di Agustus 2022, Pemerintah Indonesia meraih penghargaan swasembada beras dari International Rice Research Institute (IRRI).