Ombudsman: Pemberian Rekomendasi Impor Beras ke PPI Langgar Aturan

15 Januari 2018 13:04 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ombudsman paparkan indikasi maladministas (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ombudsman paparkan indikasi maladministas (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ombudsman RI menemukan indikasi maladministrasi dalam keputusan impor 500 ribu ton beras melalui PT Perusahaan Perdagangan Indonesia/PPI (Persero). Sebab sesuai Pasal 3 ayat 2 huruf d Perpres Nomor 48 Tahun 2016, Perum Bulog yang semestinya berhak melakukan impor beras.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 Tahun 2018 pada pasal 16 ayat 1 juga menyebutkan, impor beras untuk keperluan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 huruf a hanya dapat dilakukan oleh Perum Bulog.
"Perum Bulog juga memegang dokumen notifikasi WTO (World Trade Organization) sebagai STE (State Trading Enterprise). Kalau PPI mau urus STE di WTO ini juga tidak gampang," papar anggota Ombudsman RI, Alamsyah Saragih, di kantornya, Jakarta, Senin (15/1).
Dia pun mengungkapkan, penunjukkan PT PPI sebagai importir beras berdasarkan Permendag No. 1/2018, di mana beras jenis khusus yang akan diimpor tak harus melalui Perum Bulog. Hanya saja berdasarkan catatan Ombudsman, Permendag itu dibuat begitu cepat dan tanpa sosialisasi.
ADVERTISEMENT
"Kebijakan impor beras khusus ini kan diputuskan melihat beras untuk keperluan umum harganya merangkak naik. Apa iya kelangkaan beras khusus yang menyebabkan harga beras untuk kepentingan umum naik?" jelasnya.
Berdasarkan pantauan perwakilan Ombudsman di 31 provinsi pada 10-12 Januari 2018, terdapat 5 provinsi yang pasokan berasnya menurun, dan ada kenaikan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Selain itu terdapat 7 provinsi lain yang pasokannya menurun, namun kenaikan harganya di bawah HET.
Pun berdasarkan pantauan Ombudsman tersebut juga menunjukkan bahwa stok beras di berbagai daerah di Indonesia terbilang pas-pasan, tidak merata, serta harga beras untuk kepentingan umum terus naik sejak Desember 2017 lalu.
"Keputusan impor beras khusus kurang tepat. Dalam situasi ini, hal yang harus dilakukan terlebih dulu adalah pemerataan stok," beber Alamsyah.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan saat ini stok beras Bulog di bawah 900 ribu ton, dan stok tersebut akan terus tergerus untuk operasi pasar yang masif digelar. Ketika stok di Bulog menipis, menurut Alamsyah, psikologi pasar cenderung mengarah pada kenaikan harga.
"Jika tetap ingin impor, sebaiknya tujuannya adalah untuk meningkatkan cadangan beras dan kredibilitas Bulog di hadapan pelaku pasar. Karena itu berpengaruh pada harga," pungkasnya.