Ormas Keagamaan yang Tolak Kelola Tambang, Jatah Lahannya Kembali Lagi ke Negara

7 Juni 2024 17:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan jika ada ormas keagamaan yang menolak pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), maka jatah lahannya akan dikembalikan ke negara.
ADVERTISEMENT
Lahan tambang yang akan diberikan kepada ormas keagamaan adalah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) generasi I, yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.
Lahan itu sudah dialokasikan kepada enam ormas yang menjadi pilar atau terbesar di masing-masing agama, meliputi Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Kristen (Persatuan Gereja Indonesia), Katolik (Kantor Waligereja Indonesia), Hindu, dan Buddha.
Arifin mengatakan, jika ada ormas keagamaan yang menolak pemberian lahan tambang tersebut, maka lahannya akan kembali dimiliki negara untuk kemudian dilelang kembali.
"Ya kembali kepada negara, kita berlakukan sebagaimana aturan induknya, dilelang, kalau tidak mau diambil," ungkapnya saat ditemui di kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jumat (7/6).
ADVERTISEMENT
Arifin menjelaskan, kebijakan ini merupakan upaya pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada ormas-ormas keagamaan yang selama ini beroperasi secara nonprofit, mendapatkan sumber pendapatan baru.
"Mereka ada sumber untuk bisa mendukung kegiatan-kegiatan keagamaan, itu banyak ada sarana ibadah, pendidikan, masalah kesehatan, dan itu hanya diberikan untuk enam saja," jelasnya.
Sementara jika ada ormas keagamaan yang menolak, kata dia, maka pemerintah membebaskan bagaimana upaya mereka membina dan memberdayakan anggotanya dan masyarakat.
"Jadi ya memperhatikan saja organisasi-organisasi yang membina masyarakat, memberdayakan masyarakat, selama ini mereka melakukan dengan upaya sendiri, sumbernya dari mana? Ada kelebihan yang ada, sumber daya yang ada diberikan," pungkas Arifin.
Sebelumnya, Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu, Din Syamsuddin, meminta PP Muhammadiyah menolak tawaran Presiden Jokowi yang mempersilakan organisasi masyarakat keagamaan mengelola tambang batu bara. Dia menilai tawaran ini lebih banyak mudharat-nya.
ADVERTISEMENT
"Sebagai warga Muhammadiyah saya mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran Menteri Bahlil/Presiden Joko Widodo. Pemberian itu lebih banyak mudharat dari pada maslahatnya. Muhammadiyah harus menjadi penyelesaian masalah bangsa (problem maker), bukan bagian dari masalah (a part of the problem)," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (5/6).
Sementara itu, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) memastikan tidak akan mengajukan izin untuk usaha tambang.
"Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya, tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya," kata Uskup Agung Jakarta, Prof Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo, dikutip dari Antara, Kamis (6/6).
Adapun Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), mengingatkan ormas keagamaan untuk tetap menjaga dan tidak mengesampingkan tugas dan fungsi utamanya membina umat, jika ikut mengelola tambang.
ADVERTISEMENT
“Yang perlu dijaga adalah agar ormas keagamaan itu kelak tidak mengesampingkan tugas dan fungsi utamanya, yakni membina umat,” ujar Ketua Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom.