Pajak Karbon-Komoditas Bisa untuk Pendanaan Kurangi Emisi

7 September 2024 12:34 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Emisi karbon di Jakarta. Foto: Aly Song
zoom-in-whitePerbesar
Emisi karbon di Jakarta. Foto: Aly Song
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan butuh anggaran sekitar USD 281 miliar atau Rp 4.000 triliun untuk atasi persoalan iklim khususnya penurunan emisi karbon. Ia menyebut pemerintah tidak bisa sendiri dalam pendanaan ini.
ADVERTISEMENT
Merespons hal tersebut, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Yusuf Rendy Manilet, mengatakan ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar kebutuhan tersebut tidak hanya berpaku pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Salah satunya melalui skema Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan di Indonesia.
“Di sisi lain upaya ataupun kemampuan APBN dalam menanggung proses transisi energi relatif punya keterbatasan dan saya kira keterbatasan ini yang perlu diisi dari alternatif pendanaan. CSR swasta bisa menjadi salah satu alternatif pendanaan,” ungkap Yusuf pada kumparan, Sabtu (7/9).
Selain opsi CSR, Yusuf juga mengatakan pemerintah dapat menggunakan opsi pajak karbon dan pajak komoditas untuk menekan emisi karbon dan turut andil dalam persoalan iklim.
“Misalnya yang sudah sering disinggung dan pemerintah juga sudah punya kebijakannya terkait pajak karbon, selain pajak karbon pemerintah juga bisa menerapkan pajak komoditas tertentu yang dinilai punya dampak eksternalitas negatif terhadap lingkungan secara umum,” lanjut Yusuf.
ADVERTISEMENT
Indonesia juga dapat menggunakan alokasi pendanaan untuk mengatasi persoalan iklim dari lembaga internasional.
“Selain itu lembaga multilateral donor juga punya alokasi dana yang bisa digunakan untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia dalam memastikan kebijakan transisi energi itu bisa dijalankan dan memenuhi target yang dicanangkan,” kata Yusuf lebih lanjut.
Bahkan,Yusuf menyebut industri keuangan dalam negeri juga dapat berkontribusi dalam pembiayaan pengurangan emisi karbon. Dalam skema ini, industri keuangan dapat memastikan sektor yang didanainya, apakah memiliki dampak negatif terhadap lingkungan atau tidak.
“Industri jasa keuangan juga punya peran dalam mendanai proses transisi energi dan punya peran juga dalam memastikan pendanaan untuk sektor yang dinilai punya eksternalitas negatif ke lingkungan itu bisa berkurang atau dikurangi secara bertahap,” pungkas Yusuf.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Sri Mulyani menyebut kebutuhan anggaran Rp 4.000 triliun untuk mengatasi perubahan iklim yang mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia itu, bahkan lebih besar dari anggaran belanja negara setiap tahunnya.
"Mungkin kita membutuhkan USD 281 miliar, saya akan menerjemahkannya menjadi Rp 4.000 triliun. Ini sekitar 1,1 dari total anggaran belanja Indonesia setiap tahunnya," ungkap Sri Mulyani saat Indonesia International Sustainability Forum 2024, Jumat (6/9).
Sri Mulyani juga berharap pihak swasta turut serta berpartisipasi dalam upaya pencegahan ancaman perubahan iklim, tentunya didukung oleh berbagai insentif dari pemerintah.