Pajak Karbon Mundur Lagi, Baru Diterapkan Jelang 2026

26 September 2023 14:31 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Devisa Hasil Ekspor di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Devisa Hasil Ekspor di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah berencana untuk menerapkan pajak karbon sejak 1 April 2022 sesuai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, rencana ini terus mundur.
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah belum menerapkan pajak karbon pada 2025. Sebab, skema pengenaannya juga masih digodok.
Tak hanya itu, Airlangga juga menyebut Eropa baru akan mengenakan pajak karbon di 2026. "Belum (2025). Di Eropa 2026, di Indonesia menjelang 2026," ujar Airlangga di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/9).
Dia menjelaskan, pajak karbon dibutuhkan untuk mengantisipasi Carbon Border Adjusted Mechanism (CBAM) yang baru diberlakukan di Eropa pada 2026.
CBAM merupakan pengurangan emisi karbon yang diterapkan Uni Eropa dengan menambah tarif atau pajak bea masuk terhadap barang impor ke Benua Biru. CBAM meliputi lima produk utama, termasuk besi dan baja sebagai salah satu komoditas unggulan Indonesia di pasar Uni Eropa.
ADVERTISEMENT
"Nanti kita akan lihat regulasinya akan dilengkapi, karena salah satunya Eropa akan menerapkan CBAM di tahun 2026, 2024 mereka akan sosialisasi. Artinya industri kita harus siap untuk menjadi basis energinya hijau, dan juga industrinya menjadi industri bersih dan itu perlu ada investasi," jelasnya.
Saat ini, Airlangga bilang, Indonesia menyiapkan dua skema pajak karbon. Skema pertama yakni bersifat sukarela atau voluntary. Skema kedua berkaitan dengan kewajiban yang aturannya masih disiapkan.
"Pajak karbon itu ada dua, satu yang voluntarily, kedua yang kaitannya yang kewajiban terkait. Yang voluntarily tadi baru dibuka Pak Presiden melalui bursa karbon, yang pajak karbon itu hanya complementary ke situ. Jadi kalau dia tidak diperdagangkan di dalam bursa itu, baru dicarikan melalui karbon," pungkasnya.
ADVERTISEMENT