Panas Bumi Bisa Gantikan PLTU, Tapi Harga Listriknya Harus Ditekan

18 April 2022 19:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP), Pertamina. Foto: Dok. Pertamina Geothermal Energy
zoom-in-whitePerbesar
Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP), Pertamina. Foto: Dok. Pertamina Geothermal Energy
ADVERTISEMENT
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) bisa menjadi pengganti pasokan listrik yang selama ini diproduksi dari batu bara atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pemerintah juga sudah membuat target bakal pensiunkan PLTU agar bisa mencapai net zero emission pada 2060.
ADVERTISEMENT
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia Prijandaru Effendi mengatakan, PLTP bisa menjadi pengganti PLTU yang selama ini menjadi pembangkit beban puncak (base-load). Sumber daya panas bumi melimpah karena Indonesia berada di kawasan gunung api (ring of fire), pasokannya stabil, dan efisiensi konversi panasnya di atas 90 persen.
Sayangnya, kata dia, masa pembangunan PLTP terbilang lama. Hal ini berakibat pada mahalnya harga listrik panas bumi. Menurutnya, peran pemerintah terutama untuk memperpendek masa pengembangan pembangkit panas bumi agar harga jual listrik lebih murah dan feasible bagi pengembang.
“Kalau mengikuti bussines as usual waktu penggarapan panas bumi bisa sampai 12 tahun. Kalau waktunya bisa dikurangi 4-5 tahun, itu bisa menurunkan harga jual listrik,” kata Prijandaru dalam keterangan resmi, Senin (18/4).
ADVERTISEMENT
Dia mencontohkan tender perjanjian jual beli listrik atau Purchasing Power Agreement/PPA dengan antara operator PLTP dan PLN bisa tiga tahun dan juga perizinan di semua level juga lama. Pengembang, kata Prijandaru, tidak bisa bertahan dalam situasi seperti itu karena harus menanggung biaya sampai 10-12 tahun, sementara pendapatannya baru muncul di tahun ke-11 bahkan bisa sampai di tahun ke-14.
"Kalau bisa dikurangi 4-5 tahun, itu akan sangat membantu pengembang, sekaligus bisa menurunkan harga listrik dari panas bumi,” kata Prijandaru.

Strategi Genjot Pembangunan PLTP

Sebelumnya, Direktur Panas Bumi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Harris Yahya mengatakan, ada enam poin yang bisa mempercepat pengembangan EBT di Indonesia. Mulai dari rancangan Perpres tentang harga EBT, Penerapan Permen ESDM tentang PLTS Atap, Mandatori bahan bakar nabati (BBN), pemberian insentif fiskal dan nonfiskal, kemudahan perizinan usaha, dan mendorong permintaan ke arah energi listrik.
Direktur Panas Bumi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Harris Yahya. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Empat dari enam poin itu berada di wilayah pemerintah. Dua lainnya, yakni mandatori BBN ada di ranah produsen BBM, dan mendorong demand bergantung pada konsumen.
ADVERTISEMENT
Saat ini, tingginya harga minyak mentah menunjukkan energi fosil sangat rentan terhadap krisis seperti perang di Ukraina. Saat ini, harga minyak mentah sudah di atas USD 100 per barel dan harga batu bara sempat di atas USD 400 per ton Maret lalu. Padahal, tahun lalu rata-rata harga batu bara masih di bawah USD 200.
Di sisi lain, harga EBT masih tinggi. Itu sebabnya, kata dia, pemerintah terus berupaya menurunkan harganya agar bisa kompetitif dengan harga listrik dari energi fosil.
“Harga listrik batu bara murah, tapi emisinya juga tinggi. Indonesia memang belum memasukkan cost lingkungan pada harga listrik.” Kalau emisinya juga dihitung, harga listrik EBT bisa kompetitif. Apalagi, jika semua kebijakan pemerintah sudah diterapkan dan memberikan efek yang signifikan pada harga listrik EBT," katanya.
Pembangkit Listrik Geothermal (PLTB), Pertamina. Foto: Dok. PGE
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Ahmad Yuniarto mengatakan, perusahaan pengembang panas bumi harus bisa mencapai efisiensi yang tinggi agar harganya bisa kompetitif. PGE berkomitmen terus mengembangkan panas bumi dan memastikan implementasi Environment, Social, and Governance (ESG) menjadi bagian terintegrasi dari bisnis panas bumi PGE.
ADVERTISEMENT
"Penerapan aspek-aspek ESG ini merupakan upaya kami dalam memberikan nilai tambah serta dukungan PGE pada program pemerintah terkait pemanfaatan energi baru terbarukan yang ramah lingkungan, khususnya panas bumi," ujar dia.
Komitmen PGE dalam pengembangan energi panas bumi dapat berkontribusi dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan goals ke-7 (energi bersih dan terjangkau), goals ke-8 (pekerjaan yang layak dan pengembangan ekonomi), dan goals ke-13 (penanganan perubahan iklim) pada Sustainable Development Goals (SDGs).
****
Ikuti giveaway kumparanBISNIS dan dapatkan hadiah saldo digital total Rp 1,5 Juta, klik di sini. Kegiatan giveaway ini terbatas waktunya, ayo segera gabung!