Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Pandu Sjahrir, 'Mafia Stanford' yang Ada di Pusaran Teknologi Asia Tenggara
20 September 2022 14:28 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Lahir dari keluarga ekonom dan perusahaan tambang batu bara, Pandu Sjahrir lebih dikenal sebagai pengusaha di bidang teknologi . Jam terbangnya bukan cuma mengurus bisnis di Indonesia, tapi di luar negeri. Dia banyak berinvestasi dan menduduki jabatan penting di industri ini.
ADVERTISEMENT
Pendiri dan Kepala Investasi Crescent Cove Advisors yang berbasis di San Francisco, Jun Hong Heng, mengatakan Pandu sebagai anggota ‘Mafia Stanford’ yang ada di pusaran pusat bisnis teknologi di Asia Tenggara. Julukan anggota ‘Mafia Stanford’ sendiri lantaran pria 43 tahun ini lulusan Stanford Graduate School of Business.
Eksistensi Pandu juga terlihat ketika dia ikut hadir bersama para pejabat dari Indonesia bertemu Elon Musk tahun ini untuk membahas kerja sama potensial soal kendaraan listrik. Pertemuan itu pernah diunggahnya di akun Instagram miliknya.
Dalam laporan Bloomberg, Pandu Sjahrir disebut tidak begitu terkenal di Indonesia tapi di luar negeri namanya sangat populer sebagai investor di perusahaan teknologi yang sedang berkembang, khususnya di Asia Tenggara. Pengaruhnya disebut sangat besar, terlihat dari hampir semua perusahaan teknologi di kawasan ini terhubung dengan dirinya sebagai investor.
Di perusahaan raksasa game dan e-commerce Sea Ltd., Sjahrir merupakan salah satu petingginya. Di perusahaan Gojek, juga ada nama Pandu sebagai investor yang masuk jajaran pengurus. Saat Gojek dan Tokopedia bergabung menjadi GoTo, Pandu juga menjadi Dewan Komisaris GoTo Financial. Belum cukup di GoTo, namanya juga terpampang sebagai penasihat di Carsome Group, unicorn penjualan mobil di Malaysia.
ADVERTISEMENT
“Di Indonesia, dia adalah salah satu dari segelintir orang—saya akan mengatakan mungkin tiga hingga lima orang—yang sangat penting dalam sektor teknologi,” kata Heng, dikutip Selasa (20/9).
Heng yang juga rekanan kerja Pandu di bidang teknologi, media di AS dan Asia Tenggara, terutama di perusahaan cek kosong atau Special Purpose Acquisition Company (SPAC) ini mengatakan bisnis Pandu sejak awal memang mengincar investasi dan menyuntikkannya ke perusahaan lain. Karena itu, laki-laki kelahiran Boston, Amerika Serikat ini juga bergabung di Indies Capital, sebuah perusahaan berbasis di Singapura yang memiliki bisnis pinjaman.
Indies Capital fokus pada pembiayaan perusahaan teknologi dengan dana yang terkumpul mencapai lebih dari USD 300 juta. Ventura ini juga telah membiayai 25 perusahaan teknologi, termasuk aplikasi Singapura Grab Holdings Ltd dan e-commerce PT Bukalapak.com di Indonesia. Pandu tercatat memiliki saham di sini.
ADVERTISEMENT
Pandu tercatat bergabung di Indies Capital pada 2017 setelah bertemu dengan pendirinya, Denny Goenawan. Indies memberikan utang kepada startup mode Singapura Zilingo Pte pada Juli tahun lalu saat perusahaan itu memecat salah satu pendirinya sekaligus CEO Ankiti Bose. Setelah skandal itu, kata Denny, hampir sebagian besar keuangan Zilingo dibantu Indies.
Seakan tak ada habisnya. Dia juga menjabat sebagai Founding Partner AC Ventures, sebuah ventura Indonesia yang membidik startup tahap awal. Perusahaan ini memiliki sekitar USD 500 juta aset yang dikelola dan telah melakukan lebih dari 120 investasi di Asia Tenggara, termasuk Carsome.
Koneksi dan Privillege Pandu Sjahrir
Namun, menurut Heng, yang membedakan Pandu dengan yang lain adalah koneksinya. Pandu lahir dalam keistimewaan karena berasal dari keluarga penambang batu bara yang kuat. Industri ini memiliki ikatan yang erat dengan anggota parlemen di Indonesia, pengekspor bahan bakar terbesar di dunia. Pamannya adalah Menko Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan yang memimpin pertemuan dengan Elon Musk pada April lalu.
ADVERTISEMENT
“Dia berasal dari keluarga politik. Dia tahu banyak seluk-beluk pemerintahan. Dia akan bisa menjembatani atau menghubungkan Anda dengan orang yang tepat. Itu nilai tambah terbesar Pandu,” kata Heng.
Keistimewaan yang dimiliki Pandu, kata Heng, menjadi pengingat bahwa kemajuan teknologi di Asia Tenggara menjadi cara baru bagi lebih dari 675 juta orang, termasuk menciptakan kelas bagi orang-orang tajir. Meski begitu, tetap ada gunanya bekerja dengan orang-orang dari keluarga berpengaruh seperti Pandu yang dapat membuka pintu bagi politik dan bisnis di kawasan ini.
Pandu yang lahir di AS, juga menghabiskan pendidikannya di negara adidaya ini. Dia memperoleh gelar MBA dari Stanford Graduate School of Business.
Dia pernah bekerja di bidang keuangan di New York, Hong Kong, dan Singapura—termasuk sebagai analis di Lehman Brothers Holdings Inc yang sekarang sudah tidak beroperasi. Dia pindah ke Indonesia pada 2010 ketika keluarganya memintanya untuk membantu mendaftarkan perusahaan pertambangan batu bara mereka, PT TBS Energi Utama—kemudian disebut Toba Bara. Setelah go public pada 2012, ia beralih ke teknologi.
ADVERTISEMENT
Awal Mula Investasi Pandu di Teknologi
Salah satu investasi awal Sjahrir adalah di Sea, perusahaan yang dipimpin oleh Forrest Li, yang sempat menjadi orang terkaya Singapura tahun lalu. Pandu pernah mengatakan, Li yang merupakan seniornya di Stanford, memintanya untuk bergabung dan berinvestasi. Dia bergabung pada 2016 tapi menolak untuk menyebut berapa saham yang dimilikinya di Sea.
"Dengan tenang dan kalem, semacam 'Stanford Mafia' telah berkumpul di sini,di lingkaran teknologi Asia Tenggara," kata Nicholas Nash, Managing Partner dan salah satu pendiri perusahaan ekuitas swasta Asia Partners yang sebelumnya adalah presiden grup Sea.
Pandu mengatakan perannya di Sea, sebuah investasi yang dia gambarkan sebagai “pertaruhan yang sangat besar,” termasuk membantu membangun hubungan dengan “pemangku kepentingan utama.”
Saham Sea melonjak lebih dari 24 kali lipat dari listing mereka pada 2017 hingga tertinggi pada Oktober tahun lalu, menilai perusahaan lebih dari USD 200 miliar. Sejak itu, sahamnya anjlok lebih dari 80 persen di tengah aksi jual teknologi yang luas dan pendapatan perusahaan yang merosot. Saham GoTo turun 21 persen sejak melantai di bursa saham pada April 2022. Sementara itu, Grab telah kehilangan dua pertiga nilainya sejak go public melalui merger SPAC pada Desember.
ADVERTISEMENT
“Perusahaan teknologi harus tidak terlalu ambisius untuk melewati “musim dingin” ini,” kata Pandu. Dia merekomendasikan penguatan neraca keuangan dan fokus pada bisnis inti.
Tak hanya di teknologi, Pandu juga memegang beberapa peran dalam industri energi. Dia merupakan Wakil Direktur Utama TBS Energi dan Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia. Namun dia memiliki sedikit keraguan tentang perannya dalam teknologi Indonesia.
“Pemangku kepentingan mendengarkan apa yang kami katakan. Apakah itu pemerintah, apakah itu lembaga keuangan, mereka melihat kami sebagai rekanan yang baik,” katanya.