Pantang Mundur Jokowi Hadapi Kekalahan Gugatan Larangan Ekspor Nikel di WTO

26 November 2022 20:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo (tengah) menghadiri acara Gerakan Nusantara Bersatu: Satu Komando Untuk Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (26/11/2022). Foto: Gerakan Nusantara Bersatu
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo (tengah) menghadiri acara Gerakan Nusantara Bersatu: Satu Komando Untuk Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (26/11/2022). Foto: Gerakan Nusantara Bersatu
ADVERTISEMENT
Indonesia kalah dalam sengketa gugatan Uni Eropa terkait kebijakan larangan ekspor nikel Indonesia kepada World Trade Organization (WTO). Keputusan tersebut adalah hasil final putusan panel WTO di Dispute Settlement Body atas perkara larangan ekspor nikel Indonesia yang dicatat dalam sengketa DS 592.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Presiden Jokowi tidak gentar. Dia mengaku tak takut dengan putusan tersebut. Indonesia akan tetap melarang ekspor bijih nikel agar hilirisasi dalam negeri berjalan. Apalagi, targetnya, 2045 Indonesia akan jadi 5 besar ekonomi terkuat di dunia.
"Kalau kita konsisten kerja keras berani memutuskan dan tidak takut negara mana pun. Saat kita setop ekspor nikel kita dibawa ke WTO,baru 2 bulan lalu kita kalah tapi keberanian kita hilirisasi barang-barang mentah itu yang terus kita lanjutkan meski kita kalah di WTO," kata Jokowi di depan para relawan di GBK, Sabtu (26/11).

Masih Ada Banding

Meski kalah, Indonesia masih ada kesempatan untuk ajukan banding. Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya menyebut pemerintah memang akan mengambil langkah tersebut.
ADVERTISEMENT
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan bahwa keputusan WTO masih belum final. Hal ini membuat Indonesia masih bisa melakukan perlawanan dengan mengajukan banding atas keputusan itu.
Smelter nikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM). Foto: PT Antam
"Saya kira keputusan WTO ini masih belum final. Kita masih bisa melakukan perlawanan dengan banding atas keputusan ini," ujar Mamit kepada kumparan.
Ia juga mendukung langkah Kementerian ESDM untuk melakukan banding terhadap hasil gugatan Uni Eropa soal larangan ekspor nikel Indonesia di WTO. Menurutnya, nikel adalah sumber daya alam yang dibanggakan untuk melakukan transisi energi.
"Ini hasil alam kita masa harus kita tunduk dengan aturan yang merugikan. Jangan karena kita negara berkembang, maka kita yang ditekan. Harus fair Uni Eropa, kalau mau mereka berinvestasi di Indonesia," kata dia.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, perusahaan China menguasai tambang yang ada di Indonesia. Bahkan perusahaan tambang China menguasai 90 persen nikel yang ada di Indonesia. Meski begitu, sambungnya, efek ganda dapat dilihat dengan perekonomian daerah yang terus tumbuh karena banyak tenaga kerja yang terserap dari manfaat hilirisasi nikel ini.
Mamit menyarankan agar hilirisasi nikel dilakukan secara end to end. Hal ini untuk menghindari Indonesia hanya sebatas menjadi konsumen dengan mengirim barang seperempat jadi ke China untuk dikonsumsi kembali.
"Dari hulu sampai hilir di mana sudah jadi 100 persen di buat di indonesia dengan demikian multiplier effect-nya terlihat jelas," jelas Mamit.
Ia juga melihat bahwa investasi akan tetap berjalan seperti biasa sembari menunggu langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah. Untuk itu, ia meminta agar tidak perlu khawatir dengan Indonesia yang kalah di WTO.
ADVERTISEMENT
"Saya kira investor yang akan masuk ke industri nikel di Indonesia. Pemerintah masih menjamin investasi di sini," tegasnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menjelaskan kekalahan Indonesia mengindikasikan bahwa pengacara yang mewakili pemerintah Indonesia tidak berkompeten dan bukan kaliber international. Ia merasa penggunaan argumen turunnya cadangan nikel sangat tidak tepat dan sangat mudah dipatahkan.
Pengamat energi UGM Fahmi Radhi Foto: Novan Nurul Alam/kumparan
"Lantaran data cadangan nikel sangat mudah diakses," ungkap Fahmy.
Pasca kekalahan di WTO, lanjut dia, Indonesia harus tetap mengajukan banding. Pasalnya, selama belum ada keputusan, larangan ekspor harus tetap diberlakukan.
"Pemerintah mempercepat proses hilirisasi nikel dan membangun ekosistem industri yang saling terkait, mulai dari biji nikel, lithium, baterai hingga mobil listrik," tandasnya.
ADVERTISEMENT