Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pantang Mundur Luhut & Jokowi di Kereta Cepat Meski Biaya Membengkak
18 November 2022 8:31 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Presiden Jokowi dan Presiden China Xi Jinping menonton bersama uji dinamis Kereta Cepat Jakarta-Bandung dari Bali pada Rabu (16/11) usai menyelesaikan KTT G20. Keduanya duduk bersebelahan sambil melihat layar yang menampilkan secara langsung kereta cepat berjalan di atas rel Stasiun HSR Tegalluar, Bandung.
ADVERTISEMENT
Kedua pemimpin negara saling tersenyum ketika video perkembangan proyek ini ditampilkan. Konstruksi dimulai sejak Juni 2018 dengan panjang rel mencapai 142,3 km dan kecepatan operasi maksimul 350 km per jam. Ada 4 stasiun pemberhentian, yaitu Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar.
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang hadir di sana melaporkan pembangunan mencapai 80,41 persen. Targetnya proyek selesai pertengahan tahun depan, tepatnya Juni 2023.
Menurut Luhut, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menjadi batu loncatan untuk proyek-proyek kerja sama antara Indonesia dan China. Kerja sama kedua ini negara ini diklaimnya berdampak sangat signifikan bagi Indonesia.
Setali dengan Luhut, Jokowi juga pantang mundur dengan proyek ini. Dia percaya diri, operasional kereta cepat bisa dijalankan pertengahan tahun depan.
ADVERTISEMENT
"Tadi kita telah melihat penyelesaian proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan saya optimistis kereta ini dapat beroperasi di bulan Juni 2023," kata Jokowi.
Biaya Bengkak, Beban APBN Makin Berat
Keyakinan Luhut dan Jokowi akan kereta cepat harus berhasil harus dibayar dengan ongkos yang mahal. "Investasinya belum selesai, masih nambah terus dan yang nanggung APBN," kata Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio kepada kumparan, Kamis (17/11).
Mengacu pada data PT KAI sebagai BUMN yang ditugaskan menyelesaikan proyek ini bersama PT KCIC, biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) ditaksir membengkak dari USD 6,07 miliar menjadi USD 7,5 miliar atau sekitar Rp 112,5 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per dolar AS).
Tidak cukup sampai di situ, pembangunan mega proyek masih diperlukan biaya tambahan yang terjadi dari cost overrun (pembengkakan) senilai Rp 3,2 triliun yang diajukan sebagai Penyertaan Modal Negara (PMN) dari PT KAI.
ADVERTISEMENT
Dana tersebut ditujukan untuk pemenuhan porsi ekuitas sebesar 25 persen untuk pembengkakan biaya atau cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) mencapai USD 1,45 miliar atau setara Rp 21,45 miliar (berdasarkan kurs APBN 2022 Rp 14.800 per dolar AS).
Jumlah tersebut berdasarkan dua asersi audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) per Maret 2022 dan September 2022. Komite KCJB pun menyepakati angka pembengkakan biaya dari hasil audit BPKP tersebut agar dipenuhi oleh 25 persen ekuitas konsorsium KCJB, 75 persen sisanya berasal dari pinjaman atau utang dari China Development Bank (CDB).
Tercatat pinjaman baru Indonesia yang berasal dari CDB untuk proyek ini sebesar Rp 16 triliun. Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi menyatakan, pihak China setidaknya sudah setuju dengan pinjaman tersebut.
ADVERTISEMENT
"Untuk total pinjaman sudah, namun yang masih dibahas terkait term and condition-nya, seperti bunga dan tenor. Kami berharap, bunga dan tenornya bisa rendah atau sama seperti awal,” katanya dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Rabu (9/11).
Masalah Biaya Sinyal Kereta Rp 1,3 Triliun
Selain biaya, masalah lain yang juga masih belum tuntas adalah biaya penggunaan sinyal untuk kereta cepat. Di China, sinyal untuk kereta cepat menggunakan GSMR dengan frekuensi 900 MHz yang dipakai gratis. Sementara di Indonesia, frekuensi ini sudah full dipakai oleh XL, Indosat, dan Telkomsel.
Karena itu, KCIC harus negosiasi dengan Telkomsel untuk penggunaan frekuensi ini. Artinya, harus ada biaya yang harus dikeluarkan.
Tahun lalu Telkomsel menyodorkan proposal, menggunakan konsultan ITB, nilai penggunaan frekeunsi ini Rp 3,4 triliun. KCIC berusaha menekan cost overrun dengan negosiasi menjadi Rp 1,3 triliun.
ADVERTISEMENT
"Dari Rp 3,4 triliun, tinggal Rp 1,3 triliun. Ini pun kita masih ingin nego," kata Dirut KCIC Dwiyana kepada kumparan.
Frekuensi sinyal yang dibutuhkan sekitar 4MHz-5MHz di pita 900 MHz milik Telkomsel untuk mengoperasikan kereta ini. Masalahnya, kontrak sinyal Telkomsel ini bakal berakhir 10 tahun lagi, sedangkan kereta cepat baru akan beroperasi tahun depan dengan masa pakai puluhan tahun.
"Sistem sinyal belum selesai. Ini belum ada aturannya, apakah akan digabung atau tidak. Karena kalau ada digabung, kalau proyek kereta cepat rugi, nanti yang bayar pajaknya siapa? Bisa jadi Telkomsel (ikut menanggung)," kata Agus Pambagio kepada kumparan.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan terdapat perbedaan asumsi cost overrun dengan pihak China terkait dengan biaya investasi persinyalan GSMR 900 MHz. Perusahaan perlu merogoh kocek Rp 1,3 triliun clearance menara-menara BTS di sepanjang jalur kereta yang dikerjasamakan dengan Telkomsel.
ADVERTISEMENT
"China itu memang tidak memasukkan biaya-biaya dari pihak ketiga seperti dari sinyal GSMR, biaya konstruksi PLN, termasuk pajak atas sewa tanah. Jadi ada biaya-biaya yang tidak masuk pada nilai awal proyek yang sekarang kami sepakati harus masuk biaya proyek," jelas Tiko di DPR.