Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Partai Buruh soal Iuran Wajib Tapera: Bebani Pekerja, Rawan Dikorupsi
29 Mei 2024 13:36 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) merespons terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera ). Beleid itu mengatur setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera.
ADVERTISEMENT
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan pihaknya pada dasarnya mendukung program perumahan untuk rakyat, karena kebutuhan perumahan untuk kelas pekerja dan rakyat adalah kebutuhan primer seperti halnya kebutuhan makanan dan pakaian, sandang, pangan, papan.
“Tetapi persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan oleh pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera,” kata Said dalam keterangan tertulis, Rabu (29/5).
Melalui PP 21/2024 ini, gaji karyawan akan dipotong 3 persen untuk iuran Tapera, di mana iuran bagi pekerja akan ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen. Sedangkan untuk peserta pekerja mandiri seperti freelancer ditanggung sendiri.
Menurutnya ada beberapa alasan mengapa program Tapera belum tepat dijalankan saat ini. Pertama, belum ada kejelasan tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera. Jika dipaksakan, hal ini bisa merugikan buruh dan peserta Tapera.
ADVERTISEMENT
“Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3 persen tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” tegasnya.
Dia berhitung, sekarang ini upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp 3,5 juta per bulan. Bila dipotong 3 persen per bulan maka iurannya adalah sekitar Rp 105.000 per bulan atau Rp 1.260.000 per tahun. Karena Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000.
“Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga Rp 12,6 juta atau Rp 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah," kata dia.
ADVERTISEMENT
Dengan hitungan itu dia menilai iuran 3 persen yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera. "Sudahlah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” sambungnya.
Alasan kedua yang dipandang Partai Buruh adalah dalam lima tahun terakhir ini, upah riil buruh (daya beli buruh) turun 30 persen. Hal ini akibat upah tidak naik hampir 3 tahun berturut-turut dan tahun ini dia menilai kenaikan upahnya murah sekali. Bila dipotong lagi 3 persen untuk Tapera, dia merasa beban hidup buruh semakin berat.
“Dalam UUD 1945 tanggung jawab pemerintah adalah menyiapkan dan menyediakan rumah untuk rakyat yang murah, sebagaimana program jaminan kesehatan dan ketersediaan pangan yang murah. Tetapi dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh. Hal ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat,” kata Said.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, program Tapera tidak tepat dijalankan sekarang, sepanjang tidak ada kontribusi iuran dari pemerintah sebagaimana program penerima bantuan iuran dalam program Jaminan Kesehatan.
Alasan keempat, Partai Buruh melihat Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dana dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum.
"Jangan sampai korupsi baru merajalela di Tapera sebagaimana terjadi di ASABRI dan TASPEN. Dengan demikian, Tapera kurang tepat dijalankan sebelum ada pengawasan yang sangat melekat untuk tidak terjadinya korupsi dalam dana program Tapera," tegasnya.
Usulan Partai Buruh
Partai Buruh memberikan masukan kepada pemerintah. Pertama, merevisi UU tentang Tapera dan peraturan pemerintahnya yang memastikan bahwa hak rumah adalah hak rakyat dengan harga yang murah dan terjangkau, bentuk yang nyaman/layak, dan lingkungan yang sehat di mana pemerintah berkewajiban menyediakan dana APBN untuk mewujudkan Tapera yang terjangkau oleh rakyat.
ADVERTISEMENT
Kedua, iuran Tapera bersifat tabungan sosial, bukan tabungan komersial. Artinya, pengusaha wajib mengiur sebesar 8 persen, pemerintah menyediakan dana APBN yang wajar dan cukup untuk kepemilikan rumah, dan buruh mengiur 0,5 persen di mana total akumulasi dana tabungan sosial ini bisa dipastikan begitu buruh, PNS, TNI/Polri dan peserta Tapera pensiun otomatis memiliki rumah yang layak, sehat, dan nyaman tanpa harus menambahkan biaya apa pun.
"Bagi peserta yang sudah memiliki rumah, maka tabungan sosial tersebut bisa diambil uang cash di akhir pensiunnya untuk memperbaiki atau memperbesar rumah yang sudah dimilikinya," kata Said.
Ketiga, program Tapera jangan dijalankan sekarang, tapi perlu kajian ulang dan pengawasan terhindarnya korupsi hingga program ini siap dijalankan dengan tidak memberatkan buruh, PNS, TNI, Polri dan peserta Tapera.
ADVERTISEMENT
Terakhir, Partai Buruh meminta pemerintah menaikkan upah buruh yang layak agar iuran Tapera tidak memberatkan para buruh.
"Agar upah bisa layak, maka yang harus dilakukan pemerintah adalah mencabut omnibus law UU Cipta Kerja yang selama ini menjadi biang keladi upah murah di Indonesia," pungkasnya.