Pasar Lesu, Indeks Kepercayaan Industri Turun 1,81 Poin di Oktober 2023

31 Oktober 2023 19:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jubir Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif.  Foto: Kemenperin
zoom-in-whitePerbesar
Jubir Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif. Foto: Kemenperin
ADVERTISEMENT
Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Oktober 2023 mencapai 50,7 atau turun 1,81 poin dibanding September 2023. Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, mengatakan meski turun, IKI tetap pada tingkat ekspansif.
ADVERTISEMENT
Kemenperin melihat, posisi Indonesia saat ini mengalami penurunan permintaan baik domestik maupun luar negeri. Perlambatan ekonomi China dan Uni Eropa, kenaikan suku bunga The Fed, kemarau yang panjang, belum berakhirnya perang Rusia-Ukraina, hingga memanasnya konflik Hamas-Israel ditengarai menyebabkan penurunan daya beli produk manufaktur Indonesia.
"Penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sejak bulan September 2023, khususnya untuk kelompok penghasilan di bawah Rp 3 juta juga menunjukkan terjadinya penurunan daya beli masyarakat. Kenaikan harga bahan pokok menyebabkan masyarakat lebih berhati-hati dalam konsumsinya. Kondisi tersebut berdampak pada kinerja industri manufaktur bulan Oktober ini," kata Febri di Kantor Kemenperin, Selasa (31/10).
Febri merinci, penurunan nilai IKI ini dikarenakan tiga hal utama. Pertama, penurunan daya beli global. Adanya tren perlambatan pertumbuhan global khususnya pada negara mitra dagang utama Indonesia terutama China dan Eropa menyebabkan penurunan drastis terhadap permintaan produk manufaktur Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di pasar domestik, penurunan daya beli dipicu oleh kenaikan harga energi (khususnya BBM) serta kenaikan suku bunga. Hal ini juga membuat cost of fund sektor manufaktur meningkat yang menyebabkan kenaikan harga barang manufaktur.
“Suku bunga acuan yang naik membuat masyarakat cenderung lebih berhati-hati khususnya dalam mengambil pinjaman. Pada gilirannya, hal ini mengurangi pengeluaran mereka untuk berbagai keperluan,” jelas Febri.
PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) perusahaan manufaktur komponen otomotif. Foto: DRMA
Penyebab kedua adalah melemahnya nilai tukar mata uang rupiah. Semakin melemahnya Rupiah menyebabkan biaya input untuk produk dengan bahan baku impor semakin tinggi, yang berdampak pada kenaikan biaya produksi. Jika dilihat data impor bahan baku atau penolong pada bulan September, terdapat penurunan 4,86 persen dibanding bulan sebelumnya (mtm), serta impor barang modal turun 12,27 persen (mtm).
ADVERTISEMENT
Rupiah terus terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) selama lima bulan berturut-turut. Di sisi lain, pelemahan rupiah juga dapat menjadi peluang bagi produsen yang menggunakan bahan baku lokal untuk dapat bersaing dengan produsen pengguna bahan baku impor.
Faktor ketiga adalah faktor eksternal seperti banjirnya produk impor, peredaran barang ilegal, dan kenaikan harga energi pada Oktober ini.
“Aparat Penegak Hukum dan Kementerian/Lembaga terkait belum bisa meredam banjirnya barang-barang impor dan barang ilegal yang menggerogoti pasar produsen domestik,” ujar Febri.

3 Subsektor yang Kontraksi Paling Besar

Kondisi yang dipaparkan itu telah menyebabkan 16 subsektor yang mengalami penurunan nilai IKI, dengan tiga subsektor yang mengalami penurunan nilai IKI tertinggi adalah industri mesin dan perlengkapan ytdl; industri pengolahan tembakau; dan industri komputer, barang elektronik dan optik.
ADVERTISEMENT
Dilihat dari variabel pembentuknya, variabel pesanan baru dan produksi masih mengalami ekspansi. Variabel pesanan baru dan produksi mengalami ekspansi pada Oktober 2023 sebesar 51,72 (turun 1,54 poin) dan 50,83 (turun 3.34 poin). Sebaliknya, variabel persediaan produk mengalami kontraksi. Terjadi peningkatan nilai indeks pada variabel persediaan produk dari 47,40 menjadi 47,95 (naik 0,50 poin).
Febri menambahkan, jika dilihat dari alasan yang diungkapkan pelaku usaha pada setiap variabel pembentuk IKI, penurunan ekspansi pada variabel pesanan baru, selain disebabkan oleh penurunan pesanan domestik dan luar negeri, beberapa responden menjawab juga karena daya saing harga di pasar domestik.
Sedangkan penurunan ekspansi variabel produksi dikarenakan penurunan pesanan. Mayoritas subsektor menyampaikan karena masih banyaknya persediaan produk, sedangkan beberapa subsektor menjawab karena tingginya biaya produksi, ketersediaan bahan baku, dan faktor musiman.
ADVERTISEMENT
"Kontraksi persediaan produk dapat diartikan bahwa produk industri masih banyak di gudang sehingga produsen menahan produksi," jelasnya.

3 Subsektor yang Ekspansif

Meskipun begitu, masih terdapat 3 subsektor yang mengalami peningkatan nilai IKI yaitu industri kayu, barang dari kayu dan gabus; Industri Barang Galian Bukan Logam; dan jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan, naik ke level ekspansi setelah tiga bulan sebelumnya mengalami kontraksi.
Selain itu, sebagian besar (61 persen)pelaku usaha masih optimis terhadap kondisi enam bulan ke depan.
Jika dilihat nilai IKI per subsektornya, lanjut Febri, industri mesin dan perlengkapan ytdl mengalami penurunan nilai IKI menjadi kontraksi, dari sebelumnya ekspansi di bulan September 2023.
"Hal ini terkait dengan karakteristiknya sebagai industri barang modal, sehingga permintaan pada industri permesinan berbasis pada pesanan," ungkap Febri.
ADVERTISEMENT
Dia menuturkan penurunan nilai IKI pada beberapa industri pengguna, serta penurunan harga komoditas tambang seperti batu bara dan nikel, berdampak pada penurunan yang cukup drastis pada industri mesin dan perlengkapan ytdl.