Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Pedagang Barang Antik di Menteng: Menolak Tergerus Zaman Meski Tanpa Penghasilan
21 April 2025 17:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Di tengah hiruk pikuk Jakarta Pusat yang selalu penuh kesibukan, pasar barang antik di Jalan Surabaya, Menteng, menyuguhkan suasana yang kontras. Seperti kantong waktu yang tertinggal, tempat ini seolah berjalan lebih lambat.
ADVERTISEMENT
Menjelang siang, matahari bersinar terik di atas deretan gerai mungil yang menjual kenangan dalam wujud barang antik. Namun, panasnya hari itu terasa sayu, seiring lengangnya pasar yang nyaris tanpa pengunjung.
Agus, salah satu penjual furnitur bekas dan miniatur antik, mengungkapkan keresahannya soal sepinya pengunjung.
Ia membandingkan kondisi saat ini dengan masa sebelum pandemi COVID-19, saat pasar masih ramai dikunjungi. “Sudah nggak kayak lima tahun lalu gitu, mungkin karena keadaan ekonomi sekarang juga kali ya,” tambahnya.
Meski sudah lama menjadi pedagang barang antik, Agus baru genap satu tahun berjualan di lokasi ini. Gerainya yang kecil tampak padat oleh berbagai barang seperti keramik, miniatur, hingga lampu gantung bergaya vintage.
“Kadang-kadang (barangnya) ada yang jual ke kita, atau kita yang nyari. Kadang juga kita beli dari rongsokan-rongsokan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun belakangan ini sejumlah barang lawas seperti kamera digital, kaset, dan piringan hitam kembali naik daun, Agus mengaku tren tersebut belum memberikan dampak positif bagi pasar antik di sini. “Mungkin banyak yang larinya ke asosiasi-asosiasi yang bagus, atau di mal-mal gitu, online shop,” ujarnya.
Sepanjang deretan kios di pasar itu, guci-guci besar, patung logam, lampu gantung antik, mesin ketik, lukisan, alat musik kuno, hingga kamera lawas, masih tersusun rapi. Tak banyak barang klasik terjual, tak ada suara riuh tawar menawar pembeli dan penjual.
Tak jauh dari kios Agus, gerai milik Ujang yang menjajakan puluhan kamera tua dan mesin ketik juga tampak sunyi. “Pengunjung ya kadang-kadang begini-begini aja, kadang-kadang kosong malah,” ucap Ujang.
ADVERTISEMENT
Ia yang sudah berjualan selama puluhan tahun mengaku sedih melihat situasi sekarang. “Padahal dulu tahun 90-an mah, rame,” katanya mengenang masa kejayaan pasar.
Ujang juga bercerita barang dagangannya berasal dari beragam sumber. “Kita juga jual beli, kadang ada juga dari rumah-rumah orang, barang yang nggak dipakai kan pasti ada yang dijual,” ujarnya.
Saat kumparan menelusuri jalan trotoar pasar nan panjang itu, kondisinya jauh lebih hening ketimbang kawasan lain di pusat kota Jakarta. Hanya beberapa sapaan pedagang yang terdengar, berharap ada pembeli yang singgah.
Seorang turis asing sempat terlihat berjalan perlahan menyusuri kios, tetapi hanya sekadar melihat-lihat sebelum kembali melangkah pergi, seolah pasar ini kini hanya menarik sebagai latar foto, bukan sebagai tempat bertransaksi.
ADVERTISEMENT
Di balik deretan kios depan, kehidupan kecil masih bertahan di bagian belakang pasar. Meskipun lebih tersembunyi dan sunyi, beberapa pedagang tetap berjualan, enggan menyerah pada keadaan.
Sepi sejak Pandemi
Ketua Pedagang Pasar Antik Jalan Surabaya Menteng, Haji Thamim, mengaku kian turunnya jumlah pengunjung memang terjadi sejak pandemi COVID-19.
“Sudah sepi. Nggak seramai seperti dulu gitu. Pengunjung Indonesia (lokal) ataupun luar, kadang-kadang enggak beli, cuma lihat-lihat saja,” ucap Thamim.
Menurutnya, ada sekitar 202 kios di pasar tersebut, yang menjual berbagai barang antik hingga koper bekas. Namun, beberapa di antaranya kini sudah berhenti berjualan. “Semenjak COVID-19 itu belum stabil. Ada yang sudah tutup 1-2 orang,” lanjutnya.
Dalam kondisi sulit seperti ini, Thamim dan para pedagang lainnya hanya bisa menggantungkan harapan pada Yang Maha Kuasa.
ADVERTISEMENT
“Kalau saya sih jujur, biasanya orang beriman berharapan sama Yang Kuasa aja istilahnya. Tapi kalau yang sama keadaan-keadaan seperti ini ya, kita ya enggak bisa berharap lebih gitu. Berharap sama Yang Kuasa aja,” tutur Thamim.