3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Pedagang Minta Pemerintah Hitung Ulang HET Beras: Tak Adil Bagi Kami

1 Maret 2025 13:18 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana saat hari pertama puasa di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Sabtu (1/3/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana saat hari pertama puasa di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Sabtu (1/3/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Pedagang beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang, Zulkifli, menilai kebijakan HET yang berlaku saat ini tidak realistis dan memberatkan pedagang.
ADVERTISEMENT
Pemerintah mengatur HET beras berdasarkan wilayah. Untuk wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan, HET beras medium Rp 12.500 per kilogram dan HET beras premium Rp 14.900 per kilogram.
"Kami resah dan gelisah sebagai pedagang. Harga beras medium di Pasar Induk Cipinang saat ini berkisar antara Rp12.800 hingga Rp13.000 per kilogram. Namun, pemerintah menetapkan HET beras tidak boleh melebihi Rp 12.500. Bagaimana kami bisa menjual beras dengan harga di bawah modal?" ujar Zulkifli, Sabtu (1/3).
Zulkifli menjelaskan harga beras di tingkat petani sudah tinggi. Sementara biaya distribusi dari daerah ke pasar induk juga meningkat. Sebagai contoh, ia membeli beras dari Lampung seharga Rp12.900 per kilogram. Namun, ketika sampai di Pasar Induk Cipinang, biaya transportasi menambah Rp 200 per kilogram, sehingga harga pokoknya menjadi Rp 13.100 per kilogram.
ADVERTISEMENT
Ditambah lagi, pedagang membutuhkan margin keuntungan minimal Rp 100-Rp 200 per kilogram. Akibatnya, harga jual beras di pasar induk mencapai Rp 13.500 per kilogram, lebih tinggi di atas HET yang ditetapkan pemerintah.
Pekerja mengangkat Beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Sabtu (1/3/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
"Kami tidak boleh menjual di atas Rp 12.500, padahal modal kami sudah Rp 13.000 lebih. Ini tidak adil bagi kami," ujar Zulkifli.
Zulkifli juga menyoroti kesalahan perhitungan rendemen beras oleh pemerintah. Rendemen adalah proses pengolahan gabah menjadi beras, di mana 2 kilogram gabah menghasilkan 1 kilogram beras.
Dengan harga gabah yang ditetapkan pemerintah Rp 6.500 per kilogram, harga beras seharusnya mencapai Rp 13.000 per kilogram setelah digiling. Namun, kebijakan HET saat ini tidak memperhitungkan biaya tambahan seperti transportasi dan margin keuntungan pedagang.
ADVERTISEMENT
"Harusnya pemerintah menghitung ulang HET beras dengan mempertimbangkan semua faktor ini. Kalau tidak, kami sebagai pedagang akan terus merugi," tegas Zulkifli.
Selain itu, Zulkifli meminta pemerintah mengeluarkan stok beras Bulog untuk menstabilkan harga pasar. Menurutnya, Bulog seharusnya berperan aktif dalam menyerap hasil panen dan menyalurkan beras murah ke pasar.
"Beras Bulog harganya Rp 11.000 per kilogram. Jika dikeluarkan, ini bisa membantu menstabilkan harga. Tapi saat ini, stok beras Bulog tidak dikeluarkan, sementara harga beras di pasar terus naik," ujarnya.
Zulkifli menegaskan, para pedagang tidak ingin berkonflik dengan pemerintah. Mereka hanya meminta kebijakan yang realistis dan adil bagi semua pihak.
"Kami akan menjalankan kebijakan pemerintah, tapi dengan catatan, HET beras harus dihitung ulang dan disesuaikan dengan kondisi riil di lapangan," kata Zulkifli.
ADVERTISEMENT
Zulkifli mengusulkan agar HET beras dinaikkan menjadi Rp 13.500 per kilogram, sesuai dengan perhitungan biaya produksi, transportasi, dan margin keuntungan pedagang.
"Dengan HET Rp 13.500, semua pihak akan diuntungkan, baik petani, pedagang, maupun konsumen," tutur Zulkifli.