Pedagang Nilai Beli Minyak Goreng Pakai PeduliLindungi Bisa Menyulitkan Konsumen

26 Juni 2022 19:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketersediaan minyak goreng curah di Pasar Palmerah, Minggu (26/6/2022).  Foto: Narda Margaretha Sinambela/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketersediaan minyak goreng curah di Pasar Palmerah, Minggu (26/6/2022). Foto: Narda Margaretha Sinambela/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah melakukan transisi perubahan sistem penjualan dan pembelian minyak goreng curah rakyat (MGCR) dengan aplikasi PeduliLindungi yang sosialisasinya akan mulai pada Senin, (27/6).
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Reynaldi Sarijowan, mengatakan peraturan pemerintah terkait penanganan minyak goreng yang seringkali berubah-ubah dan cenderung tidak konsisten justru menyulitkan pedagang dan para konsumen.
Reynaldi mengungkapkan sebelumnya pemerintah telah membuat beberapa skema untuk membeli minyak goreng curah mulai dari Simirah 1, Simirah 2, KTP, menggunakan Kartu Keluarga (KK), sampai PeduliLindungi.
"Pertama kami sudah sampaikan kepada pemerintah bahwa kebijakan yang seringkali berubah yang tidak konsisten justru menyulitkan kami pedagang dan konsumen atau end user," ungkap Reynaldi kepada kumparan, Minggu (26/6).
Reynaldi menilai hal tersebut merupakan ketidakkonsistenan pemerintah dalam menerapkan kebijakan. Selain itu, tidak ada keterlibatan pedagang sebagai sektor hilir untuk ikut membuat kebijakan.
Menurut Reynaldi, sektor hilir memiliki peranan penting sebagai ujung tombak perekonomian rakyat. Ia menyesalkan pemerintah dalam membuat kebijakan hanya mengajak stakeholder dari sisi hulu dan jalur tengah.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah hanya mengundang, mengajak stakeholder di hulu dan jalur tengah, yaitu distributor. Kami pedagang tidak dilibatkan, sehingga mau implementasinya 15 ribu titik, 10 ribu titik pasti akan sulit diimplementasikan, karena kebijakan pemerintah yang suka berubah-ubah itu," ujar Reynaldi.
Wisatawan memindai QR Code dengan aplikasi PeduliLindungi sebelum memasuki kawasan wisata Pantai Kuta, Badung, Bali, Minggu (26/9/2021). Foto: Fikri Yusuf/Antara Foto
Tidak hanya itu, kebijakan yang dibuat pemerintah ini nantinya akan menyulitkan sejumlah masyarakat apabila pergi ke pasar tradisional tidak membawa handphone. Reynaldi merasa hal tersebut tidak dipikirkan oleh pemerintah.
"Kalau pengunjung atau konsumen datang ke pasar dia hanya bawa KTP, kemudian tidak membawa gawai kan tidak bisa beli, karena harus pakai PeduliLindungi," jelas Reynaldi.
Meski begiu, Reynaldi menuturkan sejatinya para pedagang hanya akan mengikuti apa yang menjadi arahan pemerintah. Ia mendorong agar upaya sosialisasi yang direncanakan pemerintah dapat dilakukan secara masif. Sehingga implementasi dari kebijakan minyak goreng curah menggunakan aplikasi PeduliLindungi dapat diterapkan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ekonom dari Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara memaparkan bahwa pemerintah seharusnya membuat masyarakat menjadi lebih mudah untuk membeli minyak goreng curah. Apalagi, minyak goreng curah adalah hak rakyat Indonesia.
"Pembelian minyak goreng sebaiknya dibuat lebih mudah, tidak perlu pakai aplikasi dan menunjukkan KTP," kata Bhima.
Bhima menyarankan, apabila pemerintah ingin penyaluran minyak goreng curah tepat sasaran dapat menyalurkan ke penerima bantuan dengan data Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau bagi UMKM penerima BPUPM.
"Sinkronisasi data tidak perlu pakai Peduli Lindungi, cukup gunakan data yang sudah ada," imbuh Bhima.
Bhima merasa ragu dengan kebijakan pembelian minyak goreng yang menggunakan aplikasi PeduliLindungi ini bisa berjalan. Sebab, konsumen minyak goreng curah rata-rata masyarakat kelas menengah ke bawah, di mana jarang yang memiliki smartphone.
ADVERTISEMENT
"Sasaran migor juga dipertanyakan, karena masyarakat miskin membeli migor harus punya handphone yang ada internetnya jelas mempersulit akses pemenuhan kebutuhan dasar. Khawatir kebijakan ini justru dinikmati kelas menengah karena lebih memahami teknologi," tutur Bhima.