Pedagang Pasar Keluhkan Penjualan Singkong Lesu Akibat Sepi Pembeli

13 Mei 2025 14:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Umbi-umbian di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan, Selasa (13/4/2025). Foto: Najma Ramadhanya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Umbi-umbian di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan, Selasa (13/4/2025). Foto: Najma Ramadhanya/kumparan
ADVERTISEMENT
Penjualan singkong di sejumlah pasar tradisional terpantau lesu dalam beberapa waktu terakhir. Meski harganya relatif stabil, para pedagang mengaku kesulitan menjual komoditas umbi-umbian ini karena sepinya permintaan.
ADVERTISEMENT
“Yang beli (singkong) sekarang dikit. Harga juga stabil-stabil aja, nggak naik turun,” ujar Eni, salah satu penjual sayur dan umbi-umbian di Pasar Ceger, Tangerang, kepada kumparan, Selasa (14/5).
Di Pasar Ceger, harga singkong masih bertahan di angka Rp 7.000 per kg. Meskipun begitu, penjual mengaku pembeli singkong kini makin sedikit meskipun harganya selalu terpantau stabil. “(Dalam) seminggu bisa aja yang beli singkong cuma satu sampai dua orang,” tambah Eni.
Ia juga mengungkapkan bahwa umbi-umbian yang dijual berbarengan dengan singkong, justru lebih banyak minatnya. “Di sini kan ada jenis yang lain, ubi jalar, ubi ungu. Itu lebih banyak yang beli daripada singkong,” tambah Eni.
Hal serupa juga terjadi di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan. Meskipun harga singkong di sana sedikit lebih tinggi dari Pasar Ceger, yakni Rp 10.000 per kg, minat pasar terhadap komoditas ini juga dinilai rendah.
ADVERTISEMENT
“(Stok) dari agennya juga sekarang susah, karena udah nggak banyak yang cari. Penjualannya di saya jadi berkurang,” ujar Igis, salah satu penjual sayur dan umbi-umbian di Pasar Mayestik.
Belakangan ini, karena makin sedikit yang membeli singkong, Igis mengaku mulai mempertimbangkan untuk berhenti menjualnya dan memilih fokus menyetok sayuran yang sudah pasti lebih banyak diminati pembeli.
“Saya sih ngerasa nggak mau jual (singkong) lagi ya, karena lambat penjualannya. Dari agennya juga kadang-kadang stoknya dikit. Mending tambahin uang buat jual sayur lain,” ucap Igis.
Menurutnya, jika pasokan dari agen sudah mulai sulit, kemungkinan besar memang ada masalah di tingkat petani. “Saya kurang tahu, tapi yang pasti ada masalah dari petaninya. Entah itu karena cuaca, tanahnya atau gara-gara yang lain,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, para petani singkong sempat mengeluh bahwa dalam beberapa tahun belakangan produksi singkong dalam negeri tak terserap pasar. Merespons hal itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka peluang untuk membahas usulan larangan dan pembatasan (lartas) impor singkong dan tapioka.
Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim, menerima berbagai masukan dan evaluasi, khususnya dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian nasional dan daerah.
"Menanggapi permintaan pembatasan impor singkong dan tapioka, Kemendag siap melakukan pembahasan usulan lartas tersebut di Kemenko Bidang Perekonomian," ucap Isy Karim dalam keterangan resminya.
Menurut Isy, Kemenko Bidang Perekonomian akan melakukan pembahasan usulan lartas tersebut jika kondisi ekonomi global sudah kondusif.
"Keputusan terkait lartas impor singkong dan tapioka itu juga tentunya dengan mempertimbangkan masukan dari para pemangku kepentingan terkait," imbuh Isy.
ADVERTISEMENT