28 Ramadhan 1446 HJumat, 28 Februari 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Pedagang Sate Ular di Jakarta Mulai Merana, Terimbas Isu Virus Corona

31 Januari 2020 11:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warung yang menjual olahan ular kobra yang dijual di Kawasan Mangga Besar, Jakarta Pusat, Kamis (30/1). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Warung yang menjual olahan ular kobra yang dijual di Kawasan Mangga Besar, Jakarta Pusat, Kamis (30/1). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Puluhan ekor ular kobra meliuk dalam kerangkeng berwarna hijau yang berukuran sekitar 2 x 1 meter. Beberapa ekor tampak mengangkat kepala, lainnya terlihat mengeluarkan lidah yang masih berbisa.
ADVERTISEMENT
Hal itu merupakan pemandangan biasa apabila mengunjungi kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat pada sore hingga malam hari.
Adapun reptil melata itu digunakan pemilik warung sebagai bahan baku hidangan yang ditawarkan kepada masyarakat. Ular berjenis kobra sawah hitam dengan panjang antara 1-1,5 meter itu diolah oleh pemilik warung sebagai obat tradisional, mulai dari pengobatan penyakit kulit, jerawat, hingga pendongkrak stamina.
Di samping itu, ular itu juga diolah menjadi berbagai menu hidangan, mulai dari sate, darah, salep, hingga empedu. Sebelumnya para pedagang ini juga menjajakan biawak. Hanya saja hewan tersebut cukup susah didapat belakangan ini.
kumparan mengunjungi kawasan pedagang berbagai menu dari ular ini pada Kamis (30/1) untuk mengecek pengaruh virus corona terhadap dagangan mereka. Pasalnya, wabah yang kali pertama merebak di Kota Wuhan, China itu, sempat disebut-sebut berasal dari ular dan kelelawar.
Warung yang menjual ular kobra yang dijual di Kawasan Mangga Besar, Jakarta Pusat, Kamis (30/1). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Berdasarkan pantauan, sepanjang Jalan Mangga Besar ini ada sepuluh warung dan satu restoran yang menjajakan sate ular. Kami memulai reportase dengan menyambangi Warung Cobra 34 Pais yang buka pada pukul 17.00 WIB.
ADVERTISEMENT
Tampaknya virus corona memengaruhi penjualan mereka. Padahal belum diketahui pasti apakah virus corona sudah sampai Indonesia.
Sandy, salah satu karyawan warung sate ular ini, tengah duduk termenung di trotoar belakang warung. Sesekali ia mematut 21 ekor ular yang masih hidup di dalam kandang.
“Satenya enggak langsung dibuat, tunggu ada pelanggan, baru dipotong. Paling, bentar lagi biasanya ada,” ujar Sandy.
Satu jam berlalu, pelanggan yang dimaksud Sandy tak kunjung tiba. Ular-ular itu agaknya masih berumur panjang dan belum berakhir di tungku pembakaran.
Sandy mengakui, belakangan jumlah pelanggan memang menurun. Tetapi ia masih menganggap itu sebagai hal wajar, sebab pembeli sate tersebut memang orang-orang yang biasanya datang dengan niat untuk mencari obat.
ADVERTISEMENT
Ia pun tak mau menyalahkan virus corona atas pelanggan yang hingga waktu itu tak kunjung datang.
“Enggak ada pembeli yang ngomongin itu (virus corona). Tapi saya dengar beritanya,” kata Sandy.
Ular kobra yang dijual di Kawasan Mangga Besar, Jakarta Pusat, Kamis (30/1). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Kondisi itu sebelas dua belas dengan Warung Jemmy Cobra yang posisinya bersebelahan. Dani, pekerja warung, hanya sibuk duduk bersiul sekitar pukul 18.00 WIB.
Padahal kondisi jalanan di sana kala itu bisa dibilang cukup ramai kendaraan dan orang-orang. Warung pecel lele hingga soto khas Betawi di sebelahnya, sudah disibukkan oleh pesanan pembeli.
Sementara 15 ekor ular dagangannya masih lengkap di kandang, sedang 15 lainnya di dalam karung. Pisau pemotong masih bersih tak bernoda darah, pertanda belum ada sate yang dibuat.
ADVERTISEMENT
Saking sepinya, belakangan Dani menjual ular-ular itu dalam keadaan hidup kepada para penjual lainnya.
“Biasanya kalau disate, per ekor Rp 100 ribu. Kalau sekarang saya jual hidup-hidup Rp 50 ribu ke penjual lain,” jelas Dani.
Berbeda dengan Dani dan Sandy, Ujang lebih berani menyatakan sepinya pembeli disebabkan oleh maraknya isu virus corona. Dia mengaku memergoki sendiri orang-orang yang menatap ngeri ke warung Ujang Cobra 39 miliknya.
“Ngaruh banget, pembelinya pada ngeri duluan, orang takut. Biasanya langsung mampir, ini cuma ngelirik doang,” tutur Ujang, sembari sibuk mengipas dua porsi daging sate ular. Ia beruntung masih ada dua pelanggan yang datang.
Ujang sedikit kesal dengan maraknya virus corona. Pasalnya semenjak memulai usaha tahun 1982, belum pernah dagangannya diterpa isu virus.
Sate ular kobra yang dijual di Kawasan Mangga Besar, Jakarta Pusat, Kamis (30/1). Foto: Muhammad Darisman/kumparan

Omzet Turun Lebih dari 50 Persen

Akibat maraknya isu virus corona, omzet para pedagang sate ular di kawasan ini menjadi terpangkas. Sebelum berkembangnya isu wabah itu, Ujang sering kali membawa pulang penghasilan di atas Rp 1 juta per malam.
ADVERTISEMENT
“Ya ngaruh, jauh. Sekarang turun Rp 250-300 ribu, paling sepi Rp 100 ribu. Pernah sama sekali nol,” keluh Ujang.
Saking sepinya, Ujang yang dulu hanya menyediakan pembelian ular per ekor, akhir-akhir ini terpaksa menerima pesanan dengan porsi lebih kecil.
“Seporsi Rp 30 ribu, daging aja. Kalau sebenarnya per ekor Rp 100 ribu, dapat darah, empedu, sate itu,” jelasnya.
Hal senada dirasakan oleh pemilik Restoran King Kobra, Erika. Restoran yang sudah ada sejak tahun 1965 itu bahkan kehilangan Omzet hingga lebih dari 50 persen.
“Kayaknya pengaruh juga (isu corona), ngaruh juga. Ya (omzet) memang agak menurun. Perbandingannya kurang lebih setengahnya, berkuranglah kurang lebih,” jelas Erika.
Warung yang menjual ular kobra yang dijual di Kawasan Mangga Besar, Jakarta Pusat, Kamis (30/1). Foto: Muhammad Darisman/kumparan

Masih Ada Pembeli

Meski diterpa isu, warung sate ular di kawasan Mangga Besar ini nyatanya masih menarik minat pelanggan. Nyatanya dua pelanggan warung Ujang Cobra 99 tak khawatir.
ADVERTISEMENT
Cici (bukan nama sebenarnya) tetap lahap menyantap 10 tusuk sate ular. Ia malah sempat melontarkan candaan saat mendengar nama virus itu.
“Noh, kamu diomongin tuh ular, gigit, hahaha,” candanya, Kamis malam (30/1).
“Kalau daerah tropis mah enggak mungkin virus itu, tergantung orangnya yakin apa enggak. Orang kadang bilang daging sapi begini, daging ini begini. Enggak selalu, tergantung dagingnya,” ujar wanita yang mengaku mengonsumsi daging dan darah ular untuk perawatan kulit.
Dalam kesempatan yang sama, Koko, rekan Cici, mengaku kesal daging ular dikaitkan dengan virus mematikan itu. Padahal ia memanfaatkan hewan itu justru sebagai obat.
“Kalau orang yang butuh banget buat pengobatan badan, penyakit ya enggak ngaruh isu corona, lebih penting ngobatin diri sendiri. Tapi ini aman kok, kamu coba aja,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT