Pedagang Tolak Rencana Larangan Jual Rokok Eceran: Omzet Bisa Turun

7 Januari 2023 11:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi penjualan rokok batangan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penjualan rokok batangan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pedagang kecil dan pemilik warung menolak usulan larangan penjualan rokok eceran/batangan. Hal ini dinilai dapat mengurangi omzet mereka.
ADVERTISEMENT
Rencana pelarangan penjualan rokok eceran tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang telah ditandatangani oleh Presiden pada tanggal 23 Desember 2022.
Dalam Keppres itu disebutkan bahwa pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 soal Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Dalam penjelasannya, peraturan baru tersebut nantinya akan mengatur tujuh poin, salah satunya soal pelarangan penjualan rokok batangan.
Handi, pedagang rokok eceran di Lebak Bulus, menilai rencana pelarangan penjualan rokok eceran bisa menurunkan omzet. “Ini bisa mengurangi pendapatan toko saya banget, 50 persen lah bisa hilang, sementara modal saya untuk rokok itu 70 persen ada,” tutur Handi ketika diwawancarai kumparan, Senin (2/2).
Handi, Pedagang Rokok Eceran di Lebak Bulus, Senin (2/1). Foto: Nabil Jahja/kumparan
Secara terpisah, Reynold, yang merupakan pemilik warung di Antapani, juga mengkhawatirkan rencana tersebut. Dia mengatakan, selama ini penjualan rokok batangan menjadi pendorong pendapatan.
ADVERTISEMENT
“Saya cukup heran, penjualan rokok batangan itu peluang menambah omzet. Bila dilarang artinya modal pedagang perlu ditambah namun keuntungannya berkurang,” jelasnya.
Penjualan secara batangan disebutnya memang lebih menguntungkan dibandingkan kemasan. Reyenold mengatakan, saat menjual per batang, ia bisa mendapat untung Rp 150 per batang. Ini jauh lebih menguntungkan dibandingkan jual per kemasan.
“Larangan ini pasti akan berdampak langsung ke pemasukan. Sebab, karakter pembeli tiap daerah berbeda-beda. Lagi pula, kalau tidak bisa jual eceran, itu sama saja pemerintah meminta penjual warung yang merupakan UMKM. Jadi saya jelas tidak setuju wacana ini,” sambungnya.
Hal serupa juga dialami warung milik Atim yang juga berdekatan dengan kawasan industri. Ia mengatakan, pekerja-pekerja pabrik memang memiliki preferensi untuk membeli rokok secara eceran. Oleh karenanya, wacana kebijakan ini pasti akan memangkas omzetnya.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak setuju, karena sekitar sini banyak pekerja yang beli rokok ke saya tidak per bungkus tapi per batang. Gaji mereka juga tidak besar, jadi banyak yang beli batangan. Kalau itu juga dilarang, saya dapat tambahan uangnya dari mana? Apalagi barang-barang sekarang sudah makin mahal naik semua,” jelasnya.
Rita, pedagang yang juga menjual rokok eceran menyebutkan, peraturan baru ini akan melukai penjualan rokok Ia menyebut harga rokok sudah meningkat akibat tarif cukai, sehingga peraturan ini akan semakin mempersulit orang-orang membeli rokok di tokonya.
“Tentu ini akan melukai penjualan, mending kalau punya duit satu bungkus, kalau nggak punya bagaimana? Karena (pelanggan) banyak yang beli eceran,” kata Rita.
Rita menyebutkan penjualan dari rokok eceran lebih besar daripada rokok kemasan, sehingga ia berharap pemerintah dapat mengkaji ulang rencana larangan penjualan eceran.
ADVERTISEMENT
“Kita sih terserah yang di atas ikut, cuma nanti rasio omzet fix akan sangat kurang. Dari eceran itu saya bisa untung 15 ribu lebih per hari dibanding (rokok) bungkus. Modal rokok itu gede, tapi untung tipis, eceran itu alat nombok rokok, makanya ini bahaya peraturannya,” pungkasnya.