Pekerja Anak Naik 8,4 Juta Dalam 4 Tahun, Kini Jumlahnya 160 Juta

11 Juni 2021 11:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pekerja anak di bawah umur. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pekerja anak di bawah umur. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan UNICEF menerbitkan laporan terbaru bertajuk Child Labour: Global estimates 2020, trends and the road forward. Dalam laporan tersebut diketahui saat ini jumlah anak-anak yang menjadi pekerja anak tercatat tembus di angka 160 juta di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Jumlah tersebut naik 8,4 juta anak dalam empat tahun terakhir. Kondisi ini makin mengkhawatirkan karena sebagian dari mereka terpaksa menjadi pekerja anak karena adanya pandemi COVID-19.
“Estimasi baru ini benar-benar menjadi peringatan. Kita tidak bisa berdiam diri sementara generasi baru anak-anak terancam,” ujar Direktur Jenderal ILO, Guy Ryder dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Jumat (11/6).
Ryder menjelaskan bahwa laporan ini diterbitkan bertepatan dengan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak yang diperingati setiap 12 Juni. Menurutnya laporan ini mengingatkan bahwa kemajuan untuk mengakhiri pekerja anak terhenti untuk pertama kalinya dalam 20 tahun. Kondisi ini membalikkan tren penurunan pekerja anak yang sudah terjadi sebelumnya sebesar 94 juta antara tahun 2000 dan 2016.
ADVERTISEMENT
Ryder merinci laporan tersebut menunjukkan jumlah pekerja anak naik signifikan khususnya pada anak berusia 5 hingga 11 tahun. Rentang usia tersebut kini berjumlah lebih dari setengah dibandingkan total angka global.
Sementara itu jumlah pekerja anak berusia 5 hingga 17 tahun meningkat sebanyak 6,5 juta menjadi 79 juta sejak 2016. Mereka merupaan pekerja anak dengan pekerjaan berbahaya yaitu pekerjaan yang mungkin membahayakan kesehatan, keselamatan hingga moral.
“Perlindungan sosial yang inklusif akan memungkinkan keluarga untuk menyekolahkan anak-anak mereka bahkan saat menghadapi kesulitan ekonomi. Peningkatan investasi dalam pembangunan pedesaan dan pekerjaan yang layak di bidang pertanian sangat penting. Kita berada pada momen penting dan sangat tergantung pada bagaimana kita merespons. Ini merupakan waktu untuk memperbarui komitmen dan energi, serta memutus siklus kemiskinan dan pekerja anak,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Di sub-Sahara Afrika, pertumbuhan penduduk, krisis berulang, kemiskinan ekstrem dan langkah-langkah perlindungan sosial yang tidak memadai telah menyebabkan tambahan 16,6 juta anak terpaksa menjadi pekerja anak selama empat tahun terakhir.
Ryder menegaskan bahwa laporan tersebut mengingatkan adanya tambahan sembilan juta anak secara global berisiko menjadi pekerja anak pada akhir tahun 2022 sebagai akibat dari pandemi.
“Sebuah model simulasi menunjukkan jumlah ini dapat meningkat menjadi 46 juta jika mereka tidak memiliki akses terhadap perlindungan sosial,” ujarnya.
Anak-anak yang bekerja di pasar Lahore, Pakistan, pada 2017. Diperkirakan ada 12 juta pekerja di bawah umur di Pakistan. Foto: AFP/Arif Ali
Kondisi guncangan ekonomi dan penutupan sekolah akibat COVID-19 juga membuat anak-anak yang sudah menjadi pekerja anak mungkin akan bekerja lebih lama atau akan bekerja dalam kondisi yang semakin buruk. Di sisi lain ada lebih banyak lagi yang mungkin terpaksa harus menjadi pekerja anak dalam kondisi yang lebih buruk sebagai akibat hilangnya pekerjaan dan pendapatan dari keluarga.
ADVERTISEMENT
Adapun temuan kunci lainnya dalam laporan ini yaitu:
Sektor pertanian menyumbang 70 persen anak menjadi pekerja anak (112 juta) diikuti oleh 20 persen di bidang jasa (31,4 juta) dan 10 persen di industri (16,5 juta).
Hampir 28 persen anak berusia 5 hingga 11 tahun dan 35 persen anak, berusia 12 hingga 14 tahun yang menjadi pekerja anak, tidak bersekolah.
Pekerja anak lebih banyak menimpa anak laki-laki dibandingkan anak perempuan pada setiap usia. Ketika pekerjaan rumah tangga yang dilakukan setidaknya 21 jam per minggu diperhitungkan, kesenjangan gender dalam pekerja anak menjadi menyempit.
Maraknya pekerja anak di daerah pedesaan (14 persen) hampir tiga kali lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan (5 persen).
ADVERTISEMENT
Ryder menjelaskan anak-anak yang menjadi pekerja anak berisiko mengalami cedera fisik dan mental. Situasi pekerja anak membahayakan pendidikan anak, membatasi hak-hak mereka dan membatasi peluang masa depan mereka, dan mengarah pada lingkaran setan kemiskinan dan pekerja anak antar generasi. Untuk membalikkan tren peningkatan pekerja anak, ILO dan UNICEF mendesak adanya perlindungan sosial yang memadai untuk semua, termasuk tunjangan anak secara universal.
Selain itu, ILO dan UNICEF juga mendesak adanya peningkatan anggaran untuk pendidikan berkualitas dan mengembalikan semua anak ke sekolah termasuk anak-anak yang putus sekolah saat COVID-19. Juga mempromosikan pekerjaan yang layak bagi orang dewasa, sehingga keluarga tidak perlu menggunakan anak-anak untuk membantu menghasilkan pendapatan keluarga. Serta investasi dalam sistem perlindungan anak, pembangunan pertanian, pelayanan publik pedesaan, infrastruktur dan mata pencarian.
ADVERTISEMENT