Pembatasan Impor Elektronik Dinilai Mampu Tingkatkan Industri Manufaktur RI

28 April 2024 13:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi laptop import. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi laptop import. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Pemerintah membatasi impor sejumlah produk elektronik seperti AC, kulkas, kabel fiber optik, hingga laptop, dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2024. Beleid ini dinilai mampu memperkuat industri manufaktur dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Ekonom yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Fahmi Wibawa mengatakan, aturan yang diterbitkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) itu dinilai melindungi perkembangan industri dalam negeri yang saat ini terus tumbuh. Fahmi menjelaskan, aturan tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku industri manufaktur di dalam negeri akan membuka peluang produk-produk elektronik lokal menjadi raja di negeri sendiri.
“Dengan adanya aturan ini, jika para importir barang elektronik merek luar negeri telat merespons dengan tidak membuka pabrik di Indonesia, maka harga produknya akan menjadi lebih mahal. Akan terbuka peluang produk elektronik lokal menawarkan produk yang berkualitas dengan harga yang lebih kompetitif. Pemanfaatan peluang tersebut dengan baik oleh industri dalam negeri akan menjadikan produk-produk lokal sebagai raja di negeri sendiri,” ujar Fahmi dalam keterangannya, Minggu (28/4).
ADVERTISEMENT
Ia melanjutkan, peluang tersebut harus dimanfaatkan secara maksimal oleh industri dalam negeri. Terlebih nilai ekonomi sektor ini cukup signifikan. Merujuk pada data statistik, untuk sektor industri komputer, barang elektronik dan optik saja nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mencapai Rp 68,513 triliun.
“Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2024 sekilas membatasi impor produk elektronik. Namun sejatinya kalau diselidiki lebih dalam lagi, pengaturan itu dimaksudkan untuk memberi ruang lebih besar kepada industrialisasi dalam negeri karena produk produk industri hilir seperti AC, mesin cuci, kulkas, dan lainnya tersebut sudah lama dihasilkan dalam negeri, dengan kualitas yang baik, sehingga mendapat tempat di hati konsumen domestik,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kebijakan tersebut juga diharapkan mendukung sektor industri nasional Indonesia yang tahun ini (2024) ditargetkan 5,80 persen, melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,02 persen.
“Indonesia saat ini menggencarkan hilirisasi, dan itu sejalan dengan upaya mengendalikan impor supaya nilai tambah komoditas dalam negeri, lebih banyak dihasilkan dari sektor industri nasional, bukan dari luar negeri,” jelas Fahmi.
Menurut dia, para pelaku industri lokal perlu mempersiapkan produk lokal yang sebanding dengan produk impor sebagai substitusi impor. Lalu menurutnya para pelaku industri lokal perlu melengkapinya dengan marketing yang menggoda serta kualitas mumpuni, sehingga tidak kalah dengan produk impor.
Fahmi mengamini bahwa aturan tersebut akan menimbulkan guncangan dari sisi pasokan produk elektronik yang akan memberikan pengaruh pada harga. Namun Fahmi meyakini bahwa para pemasok produk elektronik akan terus mencari cara demi menjaga penjualan.
ADVERTISEMENT
“Langkah yang paling mungkin diambil pemasok, mereka akan berpikir ulang untuk menekan harga jual dan pada akhirnya memutuskan untuk membuka pabrik di Indonesia. Akan berlanjut dengan berdirinya pabrik-pabrik baru yang tentu membuka lapangan kerja, lalu mendorong penurunan harga jual, meningkatkan kuantitas penjualan, serta hal ini akan berdampak pada PDB dan penerimaan pajak,” terang Fahmi.
PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) perusahaan manufaktur. Foto: DRMA
Posisi Indonesia sebagai salah satu pasar elektronik besar di dunia akan membuat para pemasok produk elektronik serius untuk bisa memproduksi produknya di dalam negeri. Karena bagaimana pun para pemasok produk elektronik tidak akan meninggalkan tempat terbaik penjualannya dan akan mencari berbagai cara demi menjaga penjualan mereka yang salah satunya adalah melakukan produksi di dalam negeri.
“Aturan yang oleh sebagian pihak dipandang sebagai pembatasan ini sebenarnya dimaksudkan sebagai stimulan agar daya saing industri dalam negeri meningkat. Dengan daya saing tinggi, pada gilirannya akan membuat sektor industri dalam negeri kondusif berkembang dengan baik. Selama daya beli masyarakat masih kuat di Indonesia, investor akan tertarik di sektor industri,” ujar Fahmi.
ADVERTISEMENT
Hal senada disampaikan ekonom Universitas Muhammadiyah Surakarta, Edy Purwo Saputro. Edy meyakini bahwa regulasi pembatasan impor barang elektronik bertujuan untuk mengamankan produksi dalam negeri.
"Konsekuensi terhadap seberapa besar kebijakan tersebut untuk melindungi industri dalam negeri, tentunya harus dikaji dengan pertimbangan nilai tambah, baik itu nilai tambah produk maupun nilai tambah dari komponen bahan baku produksi," jelasnya.
Edy memberikan pesan kepada pemerintah bahwa aturan terkait impor ini harus dibarengi dengan aturan di sektor tenaga kerja yang akan memudahkan para pelaku industri manufaktur elektronik dalam melakukan kegiatan bisnisnya.
“Pertimbangan terhadap pengamanan penyerapan tenaga kerja juga perlu diperhatikan. Hal ini tentunya berkaitan dengan daya tarik investasi, karena realisasi investasi sejatinya tidak hanya yang padat modal, tapi juga membutuhkan yang padat karya," kata Edy.
ADVERTISEMENT