Pembebasan Lahan untuk Tambak Garam di NTT Terganjal Adat

5 Juni 2018 19:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tambak garam sistem bestekin (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tambak garam sistem bestekin (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rencana PT Panggung Guna Ganda Semesta untuk membangun tambak garam seluas 3.720 hektare di Kupang, Nusa Tenggara Timur masih menghadapi sejumlah masalah, salah satunya pembebasan lahan. Masyarakat di sana masih belum rela memberikan lahan mereka begitu saja lantaran terikat hak ulayat atau adat.
ADVERTISEMENT
Bupati Kupang Ayub Titu Eki yang hari ini bertemu dengan Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, belum ada jalan tengah yang diambil hingga saat ini. Katanya, jika pemerintah bilang mau ambil, dirinya tidak ikut bertanggung jawab.
“Itu masih belum karena saya (masih) tetap (pada pendirian). Kalau pemerintah bilang mau ambil, saya tidak ikut bertanggung jawab karena saya tahu persis masyarakat keras bahwa itu diambil tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku,” ucapnya saat ditemui di Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Selasa (5/6).
Ia menuturkan, banyak pihak yang menganggap tanah di sana sudah tanah negara. Tapi rakyat mengklaim, mereka punya tanah. Itu hak ulayat, maka jika diambil paksa akan jadi benturan.
ADVERTISEMENT
“Masyarakat di sana mengatakan jika negara mau ambil tanah ini, silakan bawa ekskavator, gali, kubur kami di sini, baru ambil tanah itu. Kalau mau pakai kekerasan, tapi kan bukan zamannya lagi,” ucapnya.
Atas permasalahan ini, dirinya sudah mengirimkan surat ke Luhut yang tembusan sampai ke Presiden Jokowi pada 1 Juni lalu tapi hingga kini belum direspons. Dia mengatakan, pihaknya sebenarnya berada di posisi yang sulit. Di satu sisi ingin bisa berpihak pada negara, di sisi lain juga harus memperjuangkan hak rakyat yang selama ini sudah memilihnya.
Tambak garam sistem bestekin (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tambak garam sistem bestekin (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
“Saya sudah bersurat kepada Pak Menko tembusan sampai ke Pak Presiden, terserah pusat mau tanggapi bagaimana. Saya tidak akan ambil risiko karena saya di tengah. Pada lain pihak saya mau berpihak pada negara, dalam hal ini pemerintah pusat. Tapi di lain pihak, dipilih oleh masyarakat, saya harus bertanggung jawab kepada masyarakat,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
“Sekarang kalau ini mau dipaksakan, ya saya merasa karena sudah bersurat secara formal, kalau misal saya mau disalahkan, tanggapi surat saya. Atau negara buat keputusan. Karena negara hukum, jangan main ambil begitu saja, tapi harus memenuhi suatu keputusan hukum bahwa negara konsisten mengambil lahan itu. Tidak bisa klaim saja begitu,” lanjutnya.
Berbeda dengan Hak Guna Usaha (HGU) PT Panggung Guna Ganda Semesta, Eki mempersilakan PT Garam (Persero) menggunakan lahan seluas 225 hektare untuk mengembangkan sentra produksi garam di wilayahnya. Kendati demikian, BUMN tersebut harus mematuhi perjanjian dan menyepakati syarat yang diajukan Pemkab Kupang.
Eki menuturkan, salah satu perjanjian tersebut adalah skema bagi hasil yang disepakati antara PT Garam dengan Pemerintah Daerah (Pemda). Katanya, Pemkab tidak bisa begitu saja tanda tangan. Ada dokumen-dokumen yang secara teknis dibuat, ditandatangani, baru diberikan rekomendasi.
ADVERTISEMENT
“Perjanjiannya itu nanti antara kami dan mereka, Tentang kewajiban-kewajiban ya. Misalnya soal pembagian bagian di sana. Itu nanti kami bicarakan. Datang dulu, kami bicarakan, baru kami kasih itu,” jelasnya.