Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Pembeli Sex Toys Terbanyak, Laki-laki atau Perempuan?
3 Juli 2018 19:58 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB

ADVERTISEMENT
Pasar sex toys di kawasan Asia Pasifik menjadi penopang penjualan produk khusus dewasa secara global. Survei lembaga pemasaran Technavio mengungkapkan, kawasan yang dianggap cukup kokoh memegang tabu itu, pada 2017 lalu meliputi 46% dari penjualan global.
ADVERTISEMENT
Salah satu siasat produsen dan penjual sex toys untuk memperluas ceruk pasar, adalah dengan menonjolkan aspek kesehatan khususnya terkait reproduksi, dari produk yang mereka jual.
Dikutip dari South China Morning Post, Smile Makers, salah satu perusahaan rumahan yang memproduksi sex toys misalnya, hanya menjual produk mereka di toko/peritel kesehatan. Produk vibrator dan pelumas dari perusahaan itu, tersedia di gerai-gerai jaringan toko kesehatan seperti Watsons dan Guardian. Sedangkan secara online, bisa dijumpai di RedMart dan Lazada.
"Kami memutuskan hanya berada di pengecer kesehatan dan kecantikan karena kami tidak ingin menyelaraskan diri dengan toko-toko seks," kata Manajer Smile Makers, Jacquline Husin.
Demikian juga dengan Trina Yeung, pendiri toko sex toys online Maison Mika mengatakan, "Kami menginginkan sesuatu yang segar dan berbeda - seperti bagaimana seseorang menjual parfum atau kosmetik kepada Anda."

Dengan strategi pemasaran tersebut, perempuan ternyata lebih bisa menerima dan menjadi konsumen terbesar dari produk tersebut. Survei Society for Scientific Study of Sexuality pada 2017 mengungkapkan, sekitar 44% wanita berusia antara 18 dan 60 tahun merupakan pengguna sex toys. Angka itu dua kali lipat dari pria dalam kelompok usia yang sama, yakni sebesar 20% sebagai pengguna sex toys.
ADVERTISEMENT
“Kami ingin menormalkan persepsi seksualitas, terutama seksualitas perempuan. Dan kami pikir berada di lingkungan ritel kesehatan dan kecantikan melakukan itu,” kata Husin.
Sayangnya, kesalahpahaman sering muncul ketika wanita dianggap menggunakan sex toys untuk kesenangan pribadi ketimbang memuaskan pasangannya. Menurut pemilik Maison Mika, Trina Yeung, Singapura tidak seperti Eropa dan Amerikayang menjadikan sex toys sebagai simbol pemberdayaan perempuan.
"Ketika Anda berpikir tentang Asia, saya pikir wanita di sini masih ingin menikah dan memiliki anak, dan dilihat sebagai istri yang sempurna, ibu yang sempurna dan semua panutan lainnya."