Pemerintah Akui Kurang Beri Perlindungan Pekerja RI di Kapal Asing

31 Agustus 2022 16:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja sedang mengisi air pada badan kapal asing untuk ditenggelamkan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja sedang mengisi air pada badan kapal asing untuk ditenggelamkan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mencatat praktik trafficking in person atau perdagangan manusia di dunia melibatkan lebih dari 40 juta orang dengan nilai bisnis mencapai USD 30 miliar. Dalam cakupan tersebut, termasuk di dalamnya pekerja migran Indonesia yang bekerja di kapal-kapal asing.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dikatakan oleh Menteri Luar Negeri RI Periode 2001-2009 sekaligus pendiri Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Hassan Wirajuda dalam konferensi pers Peluncuran Laporan Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan di Kapal Asing, Rabu (31/8).
Hassan menjelaskan selama dia terlibat pada berbagai kasus di lapangan seringkali dia menemukan persoalan pekerja imigran Indonesia di kapal asing yang jauh dari perlindungan kesejahteraan. Salah satunya kapal asing China yang sudah tak layak beroperasi.
"Saya interview mereka satu per satu, mereka memang tertipu, kontrak kerja dalam bahasa China, bahasa Inggris mereka tak mengerti, ada sebagian yang di bawah umur. Gaji yang tidak dibayar dan sebagainya, belum lagi kondisi kapal yang mereka bertahun-tahun tinggal yang sangat tidak memadai," kata dia.
ADVERTISEMENT
Dia melihat sejumlah persoalan mengapa pemerintah sulit memberikan perlindungan. Salah satunya adalah tumpang tindih perundang-undangan yang berlaku.
Hassan Wirajuda menyampaikan ceramah “Indonesia’s Foreign Policy in the 21st Century and the Prospects of Indonesia- Russia Relations” di MGIMO University Foto: KBRI MOSKOW
"Jadi kalau masing-masing saling berpegang pada ego sektoralnya sendiri, sangat menyulitkan perlindungannya. Kemenhub melihat pekerja kita di kapal asing sebagai pelaut padahal mereka bukan pelaut dan tidak terlatih sebagai pelaut," ujarnya.
Namun, lanjutnya, tahun ini pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 22/2022 yang mengatur perlindungan pekerja migran kelautan, sehingga perlindungan kepada pekerja Indonesia di kapal asing bisa diperbaiki.

Pemerintah Akui Banyak PR Belum Rampung

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengakui upaya pemerintah dalam perlindungan tenaga kerja di kapal asing belum optimal. Padahal menurutnya perlindungan tersebut menjadi keharusan bila mengingat Indonesia punya potensi kelautan yang besar,
"Namun keinginan besar untuk memanfaatkan potensi kemaritiman yang sangat besar ini kita harus akui bersama bahwa masih terdapat sejumlah problematika dalam upaya peningkatan perlindungan pekerja migran pelaut perikanan," ujarnya.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah usai Sidang Tahunan MPR/DPR, Selasa (16/8/2022). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Adapun tahun ini pemerintah mengeluarkan PP Nomor 22 tahun 2022 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran. Ida menjelaskan, pada peraturan itu dilakukan penguatan aspek persyaratan calon awak kapal migran, usia minimal harus 18 tahun, punya kompetensi kerja, terdaftar dan memiliki nomor kepesertaan jaminan sosial.
ADVERTISEMENT
Selain itu, juga dilakukan perbaikan tata kelola penempatan pekerja baik perseorangan maupun non perseorangan. "Telah diatur sanksi pelanggaran, penyelesaian perselisihan serta pengawasan sebelum, selama, dan setelah bekerja," kata dia.

IOJI Ungkap 5 Akar Masalah Lemahnya Perlindungan

CEO IOJI Mas Achmad Santosa mengatakan hasil riset yang dilakukan pihaknya menemukan setidaknya ada 5 akar masalah mengapa Indonesia lemah dalam hal perlindungan tenaga kerja di kapal asing.
"Pertama, kelemahan instrumen hukum dan kebijakan. Kedua, tumpang tindih kewenangan dan koordinasi antar lembaga dalam konfigurasi penataan kelembagaan perlindungan pekerja migran indonesia," ujarnya.
CEO IOJI Dr Mas Achmad Santosa mengikuti webinar 'Tantangan Indonesia untuk Mengakhiri Praktik Illegal Fishing'. Foto: screenshot/zoom
Dan yang ketiga, adalah ketimpangan posisi tawar antara pekerja migran pelaut perikanan dan pemberi kerja. Dan Keempat adalah pelanggaran sistem pada proses perekrutan dan penempatan pekerja migran pelaut perikanan. "Kelihatannya memang tidak diberlakukannya konsekuensi hukum terhadap pelanggarnya," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Lima akar permasalahan kelima berdasarkan riset IOJI, adalah ketiadaan akses informasi dan belum efektifnya penanganan pengaduan, serta persoalan akuntabilitas penyelenggaraan pekerja migran pelaut perikanan.