Pemerintah Anggap Larangan Ekspor Mineral di 2023 Bisa Buka Pangsa Pasar Baru

19 Desember 2022 16:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Asisten Deputi Pertambangan Kemenko Marves, Tubagus Nugraha, usai FGD BLU Batu Bara, Rabu (12/10/2022). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Asisten Deputi Pertambangan Kemenko Marves, Tubagus Nugraha, usai FGD BLU Batu Bara, Rabu (12/10/2022). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah memastikan akan melarang ekspor beberapa bahan mentah komoditas mineral, seperti tembaga, bauksit, dan timah, menyusul kebijakan serupa yang berlaku untuk komoditas nikel sejak 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
Asisten Deputi Pertambangan Kemenko Marves, Tubagus Nugraha, menyebutkan kebijakan itu tercantum dalam Pasal 170A UU No 3 Tahun 2020, yakni ekspor mineral mentah hanya diizinkan hingga 3 tahun sejak beleid itu diterbitkan Presiden Jokowi pada 10 Juni 2020, alias sampai 10 Juni 2023.
"Pada mineral logam tertentu dengan jumlah tertentu akan dilakukan pelarangan ekspor, ini yang sedang kita diskusikan di pemerintah bagaimana mekanisme untuk menjalankan amanat dari UU ini," ujar Tubagus saat Indonesia Energy and Mineral Conference 2022, Senin (19/12).
Tubagus menilai kebijakan tersebut bisa membuka pangsa atau ceruk pasar baru untuk mendorong investasi yang akan turut menopang neraca perdagangan Indonesia, yakni industri hilirisasi mineral atau downstream yang semakin berkembang di dalam negeri.
Tambang bauksit Antam di Tayan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
Di satu sisi, pihaknya telah mencatat pipeline investasi yang Indonesia miliki di ekosistem kendaraan listrik mencapai USD 30,9 miliar atau setara Rp 486,3 triliun (asumsi kurs Rp 15.731 per dolar AS). Pipeline investasi ini berada dalam tahap konstruksi atau menunggu persetujuan perizinan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemerintah juga sudah mengantongi komitmen investasi untuk pengembangan kawasan industri hijau terpadu di Kalimantan Utara (Kaltara) dengan nominal investasi USD 132 miliar atau setara Rp 1.848 triliun.
Kawasan industri di Kaltara tersebut, kata Tubagus, berbasis energi hijau ditopang dengan PLTA sebesar 10 gigawatt (GW). Kemudian akan dibangun pabrik petrochemical yang digadang-gadang terbesar di dunia dengan kapasitas 4x16 juta ton crude oil, serta pabrik aluminium dan industri lainnya yang akan mendukung pengembangan industri baterai.
"Apa bisnisnya? Bermainlah kepada sistem pada industri yang dedicated sebesar USD 30 miliar yang sudah komitmen, dan total investment USD 132 miliar yang sudah ada komitmen di industri hijau Kaltara," ungkap Tubagus.
Tubagus menuturkan, industri hilirisasi ini sangat penting untuk meningkatkan nilai tambah ekspor. Hal ini terlihat dari realisasi ekspor nikel dari yang awalnya hanya 50 juta ton bijih nikel, saat ini Indonesia sudah bisa mengekspor USD 30 miliar besi dan baja.
ADVERTISEMENT
"Ini salah satu hal wujud nyata Indonesia ke arah yang benar, kemudian kita dorong pertumbuhan hilirisasi, banyak komoditas lain yang akan kita hilirisasi sebagai amanat dari UU No 3 Tahun 2020," tutur Tubagus.
"Kesempatan ini bisa digunakan sebagai opportunity bagi para pengusaha muda untuk ikut berkontribusi menjadi bagian dari ekosistem investasi dan sudah ada komitmen di Indonesia," tambahnya.