Pemerintah Antisipasi Pajak Karbon di 2026 Bebani Industri Dalam Negeri

20 November 2023 16:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif hadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (27/1).  Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif hadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (27/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan penerapan pajak karbon antar negara (cross border) harus segera diterapkan. Hal ini menyusul berlakunya Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) oleh Uni Eropa di tahun 2026.
ADVERTISEMENT
Arifin menuturkan, pemerintah melihat desakan pengenaan pajak karbon untuk menyesuaikan kecepatan negara-negara luar dalam melakukan transisi energi.
"Kami ingin mengingatkan kembali bahwa mekanisme cross border carbon ini akan efektif mulai 2026. Jadi ini bisa diantisipasi, di mana nanti pajak karbon cross border itu diberlakukan kalau kita tidak siap," jelasnya saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (20/11).
Arifin menuturkan, melalui penerapan Cross Border Carbon Mechanism, nantinya akan ada pengenaan pajak karbon, tidak terkecuali bagi produk yang berasal dari dalam negeri.
"Jangan sampai produk-produk industri kita terbebani oleh pajak karbon sehingga kita tidak kompetitif jadi mahal, dan ini akan memberikan tekanan terhadap industri di dalam negeri," tuturnya.
"Sebetulnya niat kami untuk mendorong dan mengoptimalkan potensi dan kemampuan dalam negeri," pungkas Arifin.
ADVERTISEMENT
Ditemui usai rapat, Arifin menjelaskan pajak karbon yang rencananya bakal ditetapkan di tahun 2026 bisa memberikan potensi atau dampak positif kepada Indonesia.
Menteri ESDM Arifin Tasrif di Kantor Kementerian ESDM, Senin (2/10/2023). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
"Ya kita bisa dikenakan pajak karbon barang-barang kita, dan kita juga bisa ngenain orang lain pajak karbon. Dan kita juga bisa dikenakan pajak karbon," ujar Arifin.
Sebelumnya, Pemerintah berencana untuk menerapkan pajak karbon sejak 1 April 2022 sesuai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, rencana ini terus mundur.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah belum menerapkan pajak karbon pada 2025. Sebab, skema pengenaannya juga masih digodok. Tak hanya itu, Airlangga juga menyebut Eropa baru akan mengenakan pajak karbon di 2026.
"Belum (2025). Di Eropa 2026, di Indonesia menjelang 2026," ujar Airlangga di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/9).
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, pajak karbon dibutuhkan untuk mengantisipasi Carbon Border Adjusted Mechanism (CBAM) yang baru diberlakukan di Eropa pada 2026.
Saat ini, Airlangga bilang, Indonesia menyiapkan dua skema pajak karbon. Skema pertama yakni bersifat sukarela atau voluntary. Skema kedua berkaitan dengan kewajiban yang aturannya masih disiapkan.
"Pajak karbon itu ada dua, satu yang voluntarily, kedua yang kaitannya yang kewajiban terkait yang voluntarily tadi baru dibuka Pak Presiden melalui bursa karbon, yang pajak karbon itu hanya complementary ke situ. Jadi kalau dia tidak diperdagangkan di dalam bursa itu, baru dicarikan melalui karbon," pungkasnya.