Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pemerintah Bakal Ubah Skema Gross Split Demi Kembangkan Migas Nonkonvensional
13 Desember 2022 20:34 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM ) berencana memodifikasi kembali skema gross split untuk Kontraktor Kerja Sama (KKS) menjadi new simplified gross split PSC atau skema bagi hasil gross split yang disederhanakan.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, menjelaskan usulan dirombaknya kembali skema sross split untuk meningkatkan produksi migas melalui pengembangan migas nonkonvensional (MNK) di Indonesia.
Peraturan skema KKKS gross split yang saat ini masih berlaku berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 8 tahun 2017.
"Usulan kita sebut sebagai new simplified gross split atau gross split yang sederhana untuk pengembangan migas nonkonvensional, yaitu fixed split sepanjang kontrak," ujarnya saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Selasa (13/12).
Tutuka menjelaskan, dengan skema terbaru ini, bagi hasil sebelum pajak ditentukan di awal kontrak dan bersifat fixed atau statis tanpa penyesuaian komponen variable dan progresif seperti pada skema terdahulu.
ADVERTISEMENT
Sementara dalam Permen ESDM No 8 Tahun 2017, bagi hasil didasarkan pada base split, komponen variable dan komponen progresif. Dalam skema ini, tidak diperlukan persetujuan biaya, melainkan hanya persetujuan program kerja (WP). Hal ini dinilai dapat membawa konsekuensi untuk dilakukan verifikasi.
"KKS gross split menawarkan fleksibilitas pengadaan barang dan jasa, di mana skema ini menyerupai model R/T di Amerika Serikat atau skema pengadaan shale oil yang sudah proven," tambah dia.
Tutuka menuturkan pemerintah mengusulkan new simplified gross split PSC karena perkembangan MNK di Indonesia saat ini belum terdapat cadangan terbukti atau masih technically recoverable. Pengembangan MNK memerlukan teknologi baru yang belum pernah dilakukan di Indonesia.
Selain itu, secara alamiah proyek MNK membutuhkan biaya yang besar dan jumlah sumur yang banyak sehingga perlu pengadaan yang cepat dan mudah. Juga, perlu diciptakan rezim fiskal yang atraktif untuk menarik kontraktor minyak serpih (shale oil player) ke Indonesia.
ADVERTISEMENT