news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pemerintah Batal Kenakan PPN Sembako hingga Pendidikan!

7 Oktober 2021 16:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pedagan sayur di pasar tradisional. Foto: Garin Gustavian Irawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pedagan sayur di pasar tradisional. Foto: Garin Gustavian Irawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah dan DPR RI sepakat untuk membatalkan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN sembako hingga jasa pendidikan. Meskipun, komoditas bahan pokok hingga pendidikan itu masuk dalam barang dan jasa kena pajak.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dipastikan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie. Pembebasan PPN sembako hingga pendidikan ini bukan hanya untuk masyarakat miskin, tapi juga golongan atas.
"Iya (semua dapat fasilitas bebas PPN), diatur dalam UU," kata Dolfie kepada kumparan, Kamis (7/10).
Saat membacakan hasil laporan panitia kerja di Rapat Paripurna terkait RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disahkan menjadi Undang Undang (UU), Dolfie mengatakan pembebasan PPN merupakan bentuk keberpihakan kepada masyarakat bawah.
“Komitmen keberpihakan kepada masyarakat bawah tetap terjaga dengan pemberian fasilitas pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan dan jasa kesehatan dan jasa keuangan dan jasa pelayanan sosial,” ujar Dolfie dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (7/10).
ADVERTISEMENT
Sebelumnya pemerintah juga berencana akan mengenakan PPN dengan skema multi tarif. Namun dalam UU HPP, pemerintah memastikan hanya akan mengenakan PPN dengan tarif tunggal.
Pemerintah bersama Panitia Kerja (Panja) DPR setuju untuk meningkatkan tarif PPN di tahun depan, dari yang berlaku saat ini sebesar 10 persen menjadi 11 persen. Kemudian secara bertahap akan kembali dinaikkan hingga 12 persen pada tahun 2025.
“Agar lebih memberikan kemudahan bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) serta penyesuaian tarif PPN secara bertahap sampai dengan tahun 2025,” ujar Dolfie.
Menteri Keuangan Sri Mulyani berkunjung ke Pasar Santa, Jakarta Selatan, untuk berbelanja dan menjelaskan PPN Sembako (14/6). Foto: Instagram/@smindrawati
Adapun dalam Pasal 16B UU HPP disebutkan, pajak terutang yang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya yang diberikan terbatas.
ADVERTISEMENT
"Untuk mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional, meliputi arang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak, jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan , jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum dan jasa tenaga kerja," tulis Pasal 16B ayat 1a.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan kenaikan tarif PPN itu relatif masih lebih rendah dari rata-rata dunia yang sebesar 15,4 persen. Bahkan masih banyak negara berkembang lain, yang pungutan pajaknya masih lebih tinggi daripada di Indonesia.
"Secara global, tarif PPN di Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia sebesar 15,4 persen. Dan juga lebih rendah dari Filipina 12 persen, China 13 persen, Arab Saudi 15 persen, Pakistan 17 persen, dan India 18 persen," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Yasonna menjelaskan, pemerintah menerima masukan dan aspirasi masyarakat agar PPN tak dikenakan bagi masyarakat miskin. Sehingga kebijakan PPN dinilai akan tetap menjaga kepentingan masyarakat dan dunia usaha dengan mempertimbangkan asas keadilan asas kemanfaatan khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum dan asas kepentingan nasional.
Sehingga optimalisasi penerimaan negara diselenggarakan dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan kepastian hukum.
"Akan diberikan fasilitas dibebaskan PPN, sehingga masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tidak akan membayar PPN atas konsumsi barang dan jasa tersebut, sama perlakuannya dengan kondisi saat ini," tuturnya.