Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Pemerintah terus berupaya mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM ) dengan penganekaragaman energi. Salah satunya dengan memanfaatkan tanaman sagu sebagai sumber energi bioetanol.
ADVERTISEMENT
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokomia pada proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat yang menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol berbahan dasar tanaman yang mengandung pati atau gula seperti tebu, singkong dan sagu.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian , Musdalifah Machmud, mengatakan Indonesia sebagai produsen sagu terbesar di dunia memiliki potensi untuk menjadikan sagu sebagai bioetanol.
"Kita bisa melihat peluang yang utama juga karena pemerintah memiliki target bauran energi 23 persen secara nasional di mana kontribusi yang sekarang di jalankan oleh pemerintah Indonesia adalah untuk pengganti solar. Tetapi untuk bauran energi pengganti premium itu masih kita bisa katakan masih nol," ujar Musdalifah pada Webinar Pemberdayaan Masyarakat Sagu di Indonesia, Kamis (10/12).
ADVERTISEMENT
Menurut dia, selain sagu Indonesia memiliki singkong sebagai sumber penghasil bioetanol. Namun singkong memiliki kelemahan terutama dari segi keekonomiannya. Selain singkong, pemerintah juga pernah mencoba membuat bioetanol dari tetes tebu (molases).
Sayangnya alternatif ini juga dinilai tidak cukup berhasil, karena molase yang diproduksi Indonesia hanya sekitar 800 ribu ton dan umumnya sudah dimanfaatkan untuk industri kosmetik.
Sehingga upaya untuk membuat bioetanol sampai saat ini masih nol persen, termasuk karena keekonomiannya belum bisa sesuai. Kondisi inilah yang membuat sagu punya potensi besar dijadikan bioetanol, mengingat Indonesia produsen sagu terbesar.
"Sehinga salah satu potensi yang mungkin perlu dilakukan inisiasi, bagimana memanfaatkan sagu sebagai sumber bahan baku untuk biofuel. Substitusi premium di dalam negeri bahkan bisa dijadikan bioavtur. Ini sebenarnya potensi yang bisa kita manfaatkan dari sagu yang kita miliki," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Musdalifah menuturkan, 90 persen lahan sagu ada di Indonesia. Dari persentase tersebut sebanyak 85 persennya terdapat di Papua dan Papua Barat. Sayangnya dari besarnya potensi tersebut, pemanfaatan sagu di dalam negeri masih minim.
"Persentase yang dimanfaatkan sampai dengan saat ini baru 2,5 persen," ujarnya.
Musdalifah berharap semua stakeholder, terutama kementerian terkait bisa memberikan perhatian ekstra untuk industri sagu. Bahkan mengembangkannya agar bisa mengurangi impor BBM.
"Untuk memastikan keberlanjutan industri sagu nasional Kemenperin diharapkan fokus pengembangan industri sagu dengan dukungan kebijakan substitusi impor dan pengembangan ekspor serta dukungan insentif, investasi dan pajak kepada swasta yang telah membangun industri ini," ujarnya.